Rabu, 14
September 2011 | 23:54:41 WITA | 181 HITS
Malu Melihat Tawuran di Unhas
Malu Melihat Tawuran di Unhas
YTH Pak
Rektor Unhas, saya alumni Unhas merasa malu melihat tawuran kembali terjadi di
kampus. Ambil tindakan tegas agar penyakit kampungan ini tidak terulang di masa
akan datang, pecat mahasiswa yang menjadi provokatornya, terutama mahasiswa
yang pertama memukul. +628135591054
Begitulah
kira-kira ucapan dari seorang alumni unhas yang dikirim via sms kepada harian
fajar sebagai bentuk kekecewaan atas tingkah kampungan dari para kaum
intelektual muda di kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Sangat
dimaklumi ucapan dari alumni Unhas tersebut yang menginginkan pemecatan
terhadap mahasiswa yang menjadi dalang dari tawuran antar fakultas tersebut.
Saya pribadi mendukung sepenuhnya jika seluruh lembaga pendidikan di Indonesia
Timur dalam hal ini dunia kampus memberlakukan peraturan tegas seperti itu.
Jika memang terbukti salah, jangan segan untuk menindak mereka (mahasiswa) yang
melakukan aksi brutal bin anarkis.
Hal
senada juga disampaikan oleh beberapa kalangan khususnya mereka (tak terkecuali
saya) yang juga pernah berstatus sebagai mahasiswa namun tidak sebobrok itu
tingkah lakunya. Mereka menyesalkan sikap dari beberapa teman-teman/adik-adik
mahasiswa yang bermental kapas yang sangat mudah disulut api kemarahan. Di
Makassar sendiri setidaknya ada beberapa kampus yang tergolong terkemuka dalam
hal kualitas pendidikan baik itu negeri ataupun swasta yang dinilai dari
alumninya yang berhasil dalam dunia kerja dengan membawa nama baik
almamaternya. Sebut saja Univ. Hasanuddin (UNHAS), Univ. Muslim Indonesia
(UMI), Universitas Negeri Makassar (UNM), Univ. Islam Negeri (UIN) dan masih
banyak lagi. Hal yang berlawanan kiranya ketika sebuah kampus menjadi
"terkemuka" bukan dari kualitas pendidikannya, tenaga pendidiknya,
mahasiswa dan lulusannya (alumninya) melainkan "terkemuka" karena
aksi demonstrasi mahasiswa yang kadang-kadang bahkan sering mengganggu
ketertiban umum. Belum lagi kebrutalan dan anarkisme yang sering dipertontonkan
oleh para intelektual kita tanpa menyadari kebobrokan merekalah yang jadi
pertunjukan bagi masyarakat umum.
Saya sendiri
yang juga seorang alumni di salah satu Univ. Swasta di Makassar, sebut
saja Universitas Muslim Indonesia (UMI) merasa resah dengan kejadian tersebut
meski bukan dari almamater saya. UMI yang terkenal dengan visi-misinya yang
intinya bertujuan menciptakan lulusan intelektual berakhlaqul qarimah yang
berlandaskan pada pendekatan spiritual juga masih sering menjadi
"terkemuka" dalam hal aksi-aksi yang merugikan banyak pihak termasuk
mereka (mahasiswa) sendiri. Teringat dengan pengalaman sewaktu kuliah dulu,
saya juga seringkali diajak ikut melakukan aksi demonstrasi oleh para senior
saat status saya masih MABA (Mahasiswa Baru) hingga menjelang semester akhir.
Namun saya berusaha menghindar setiap kali ada ajakan dari senior untuk
melakukan aksi. Bersama seorang teman (Zulham Umar) waktu itu kami pernah di
ajak senior (kakak letting di fakultas) untuk ikut dalam sebuah aksi turun ke
jalan melakukan demonstrasi untuk menolak kebijakan pemerintah yang dirasa
tidak pro rakyat. Tapi karena tidak sepaham, dan memang kami tidak suka
melakukan aksi seperti itu, jadi kami putuskan membuat alasan untuk
menghindar/tidak ikut. Jadi waktu itu alasannya kami meminta ijin kepada senior
untuk kembali ke rumah sebentar mengambil jas almamater kami yang kelupaan.
Namun setiba di rumah masing-masing kami memilih untuk istirahat (tidur).
Alhasil kamipun berhasil melakukan "aksi" menghindar secara
diam-diam. Hehee...
Kembali
ke topik. Tindakan anarkis, brutal adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh
aturan hukum di negara kita. Tak terkecuali bagi mereka, para intelektual muda
yang seharusnya menjadi pilar dalam penegakan demokrasi di negeri ini. Sudah
saatnya pihak birokrat kampus mengadakan evalusasi terhadap peraturan
menyangkut pemberhentian/pemecatan mahasiswa yang biasa dikenal dengan
istilah Drop Out (DO). Kalau selama ini aturan tersebut hanya menitikberatkan
pada pelanggaran yang dilakukan oleh mahasiswa dalam hal akademik, maka perlu
diperhatikan untuk menambah aturan tentang pemecatan mahasiswa yang melakukan tindakan
anarkis di lingkungan Universitas. Ini juga menyangkut nama baik sebuah kampus.
Karena selama ini citra pendidikan tercoreng dengan aksi-aksi merugikan
tersebut. Lembaga pendidikan yang seharusnya mencetak para intelektual muda
yang siap bersaing di dunia kerja malah beralih fungsi menjadi lembaga pencetak
"petinju" (yang sok jagoan tentunya). Bisa kebayang gak jika kita
melamar kerja di suatu instansi, namun bukan sambutan berupa pujian yang
dilayangkan para pegawai/karyawan instansi tersebut melainkan tentang keburukan
kampus kita. Sebuah fakta yang memang pernah saya alami sendiri.
Ketika
melamar kerja saya ditanya,
Panitia :
"alumni dari mana de?" tanya panitia.
Saya :
"Alumni dari UMI Makassar pak!" jawabku.
Panitia :
"Oo...UMI Makassar, yang mahasiswanya suka demo itu yaa? yang suka tawuran
dan memacetkan lalu lintas ya??" tanya bapak itu yang kelihatannya kesal.
Saya :
"Memang mahasiswa UMI seringkali melakukan aksi demikian pak, tapi tidak
berarti semua mahasiswanya berwatak demikian. Saya salah satu dari sekian yang
juga merasa terganggu dengan aksi-aksi tersebut." jawabku bermaksud
meluruskan.
Panitia :
"Ahh...kalian semua sama sajalah.
Saya :
(terdiam sambil melayangkan senyum kepada bapak yang mungkin men-judge UMI dan
lulusannya buruk)
Jadi,
tindakan seperti ini sebenarnya yang perlu dihilangkan oleh teman-teman
mahasiswa. Dampaknya sangat dirasakan mahasiswa lainnya. Yang saya alami
mungkin satu contoh kecil tidak baiknya citra kita (alumni) di dunia kerja.
Untungnya waktu itu berkas saya diterima, tapi kalau ditolak hanya karena
alasan citra kampus yang buruk. Mau di bawa ke mana ijazah saudara -saudara
mahasiswa kalau semua instansi/lembaga bersikap seperti itu??
Jangan
hanya masalah sepele, bentrok lagi. Seringkali yang menjadi pemicu bentrok
yakni karena adanya unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Persoalan
antar pribadi bisa meningkat menjadi persoalan SARA. Karena semua merasa
dirinya benar tanpa ada yang mau mengambil sikap gentle untuk duduk bersama
menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, maka
terjadilah kebobrokan seperti di Unhas kemarin. Kapan selesainya suatu masalah
jika semua masih menyisakan dendam yang harus terbalaskan?? Tradisi seperti ini
sangat mirip dengan kebiasaan suku-suku primitif di hutan-hutan sana. Atau
memang "mereka" (pelaku anarkisme) masih satu suku dengan mereka yang
hidup di hutan sana??
Seandainya
semua mahasiswa bisa menanamkan dalam hatinya sikap bermusyawarah, saya yakin
tidak ada kejadian seperti di Unhas kemarin. Dan dengan begitu jiwa intelektual
seorang mahasiswa nampak. Perlu diingat bahwa solusi datang dari hati yang
tenang, bukan dari kepanikan atau emosi. Maka dari itu be patient brother. Kami
semua mengharapkan seperti itu. Dan saya, serta seluruh masyarakat Indonesia
kebanyakan juga pernah berstatus sebagai mahasiswa. Tapi mental kami tidak
sampai begitu-begitu amat bobroknya. Intinya, menghindari hal seperti itu
terulang kembali butuh pengendalian diri yang dilandaskan oleh kuatnya keimanan
dan kesadaran hukum. Yakin pasti berhasil.
hushh...pake bawa2 nama saia lagi. Ntar kita dicari ama senior yg waktu itu loh :p
BalasHapusTapi memang sangat disayangkan kelakuan anak2 jaman sekarang. Jangankan mahasiswa, anak SMApun uda brani tawuran bahkan sampai membawa senjata tajam ke sekolah. Mungkin mereka tidak ingat bahwa mereka ke situ (skolah/kampus) utk menuntut ilmu dan bukan untuk tawuran.
Yang lucunya lagi, ada permintaan dari pihak mahasiswa agar D.O itu dihapuskan krena kata mereka hal itu berarti menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu. Lah, wong mereka sendiri yg dtang ke kmpus dan tawuran (bukannya menuntut ilmu), sekalinya ancaman D.O keluar, malah ngaku2 nuntut ilmu
hohoho..., sory menyory bro..
BalasHapussekilas bernostalgia dgn pngalaman kuliah kmarin shg mngharuskan sy membawa namamu bro. ntar tak kasih royalti deh klau note-ku ini msuk dlm nominasi dan dpt award sbg note trbaik.hehe
lucu jg ya wktu itu.., main kucing-kucingan dgn senior. setiap ada panggilan utk aksi, kt selalu mangkir (halah kayak koruptor sj mangkir) dan menolak secara halus ajakan mereka.
hmmm..., mereka yg ingin mniadakan D.O. tentu keliru sekeliru-kelirunya (bhs apa tuh), ah pokoknya ngaco'lah mereka. mngacaukan sistem yg sdh ada dgn pola pikir yg semata-mata didasari oleh ketululan diri sendiri. jauh dr sosok intelektual yg sesungguhx.
beruntung saat kt kuliah dulu dan bbrp thun sebelumx, "OSPEK" telah ditiadakan dan beralih dgn pencerahan qalbu di pesantren. proses transformasi yg ideal dr pihak kampus mngingat "OSPEK" sdh jauh dr tujuan yg sebenarx.
krn "OSPEK" yg kebanyakan bernuansa perpeloncoan dan penindasan-lah sebenarx yg membuat mental/karakter mahasiswa brutal sehingga berimbas pd tindakan anarkis/tawuran.