Jumat, 20 April 2012

final interview

Hari itu Kamis 12 April 2012, pkl. 07.30 wita. Dengan mengenakan setelan putih hitam dan dasi, saya melangkahkan kaki dari rumah menuju sebuah kantor tempat di mana aku akan menjalani tes interview (wawancara) dalam rangka seleksi penerimaan karyawan di instansi tersebut. BRI, yah...Bank Rakyat Indonesia adalah nama kantor tersebut. Di sanalah saya bersama ratusan pelamar kerja lainnya mencoba berusaha untuk mendapat pekerjaan sebagai pegawai bank yang menurut sebagian orang adalah salah satu pekerjaan yang bergengsi alias terhormat. Namun tidak seperti yang saya pikirkan, karena bagi saya pribadi ada 2 yang menjadi prinsip dan motivasi saya dalam hal pekerjaan, yang pertama halalnya suatu pekerjaan adalah tolak ukur utama kesuksesan sesorang dalam meniti karir ke depannya, kedua manfaat dari pekerjaan itu sendiri, manfaat bagi diri pribadi maupun keluarga dan orang lain. Kedua hal inilah yang selama ini menjadi pegangan bagiku dalam mencari pekerjaan.

Dengan menggunakan angkutan umum bemor/becak motor (begitu istilah orang pada umumnya) saya beserta segenap do’a dan harapan agar sukses melintasi setiap sudut kota makassar pagi itu. Pukul 07.45 wita saya tiba di Kantor Wilayah BRI Makassar. Masih tersisa 15 menit sebelum interview dimulai pada pukul 08.00 wita. Dengan begitu, saya bisa memaksimalkan diri khususnya mentalku sebelum diwawancarai. Perasaan deg-deg-an, gemetar, grogi/nervous dst. sudah tentu ada, mengingat pengalaman di interview ini adalah kali pertama dalam hidupku. Namun dengan sebuah keyakinan terhadap-Nya dan kepercayaan diri tentunya mengantarkan langkahku untuk maju dan yakin bahwa aku bisa.

Bersama beberapa teman yang kenal dan akrabnya melalui seleksi ini, saya mempersiapkan diri di ruang tunggu sebelum tiba giliran nama kami dipanggil untuk di interview. Yang kami lakukan sederhana saja dalam mempersiapkan diri waktu itu, hanya dengan rileks alias enjoy sambil membuka obrolan yang sifatnya menghibur suasana yang cukup menegangkan saat itu. Alhasil dengan obrolan yang lucu dan menghibur, kami berhasil meredam ketegangan yang masing-masing kami alami. Lamanya waktu menunggu mengalahkan ide dan cerita lucu kami yang seolah habis terbahas saat itu. Obrolan habis perutpun mulai keroncongan, yang ada hanyalah kantuk yang tidak tertahan. Namun syukurlah waktu istirahat pun tiba.

Waktu terus berjalan, saat istirahat pun berakhir. Hati dan perasaan yang tadinya turut rehat sejenak dari situasi yang menegangkan, deg-deg-an sekaligus mengkhawatirkan kini kembali dalam keadaan tersebut. Tapi, sedikit lebih baik karena kondisi yang tadinya mulai menurun kembali semangat lagi setelah makan siang bersama teman. Selang beberapa menit setelah rehat, kini tiba gilirannya bagiku untuk menghadapi para interviewer yang menurut beberapa teman cukup rumit menjawab pertanyaan yang diajukan. Namun dengan niat yang tulus, disertai do’a dan harapan, juga bekal ilmu pengetahuan yang saya dapatkan, saya melangkahkan kaki menuju ruangan interview bersama dua orang teman yang juga akan di wawancara bersama dengan saya.

Pengalaman diwawancara langsung oleh pejabat teras di suatu instansi adalah hal yang pertama dan mengesankan bagiku sekaligus menambah semangatku untuk memperkaya pengalaman dalam hal mencari pekerjaan. Pertama kali dalam hidupku, pertama kali dalam perjuangan mencari pekerjaan, dan besar harapanku ketika itu untuk menjadi yang pertama dan terbaik saat diwawancarai. Setiap pelamar kerja tentu berharap diterima di tempat kerja yang diinginkan, begitupun dengan diriku yang sudah cukup lama menawarkan ijazah milikku. Namun terlepas dari semua itu, diterima atau tidaknya lamaran kerjaku, tidaklah menjadi suatu beban yang kemudian menyurutkan niatku untuk terus berusaha mendapatkan pekerjaan yang betul-betul saya butuhkan untuk belajar dan menjadi manusia yang mandiri. Masih jelas dalam ingatan tentang apa yang diajarkan oleh pewawancara saya sebelumnya saat tes interview awal bulan lalu. Beliau (Ibu Sukma) pernah berkata bahwa ketika di interview, ingatlah untuk mengucapkan salam dan bersopan santun saat diwawancarai. Ceritakan semua kelebihan anda secara berurutan. Tatap mata pewawancara saat berbicara dengan mereka. Begitu banyak pesan penting yang disampaikan oleh beliau yang selalu teringat di pikiranku dan menjadi modal/semangat bagi saya untuk menampilkan kepercayaan diri yang terbaik di hadapan pewawancara.

Jiwa ini menjadi begitu besar pada setiap langkah/proses yang kujalani dalam mencari kerja, semua karena saya telah diajarkan oleh keluarga (tepatnya oleh seorang paman) bahwa apapun hasil yang kau dapatkan, baik buruknya hal yang kau peroleh jangan mudah menyerah. Sebab dibalik kegagalan itu, ada banyak pengalaman yang kau perlukan saat memulai langkah baru dalam hidupmu. Dia juga pernah berkata bahwa, “saat ini pekerjaan tidak mudah didapatkan”. Sebuah kata/kalimat yang sebenarnya biasa namun jika dipikrikan lebih dalam lagi terdapat pesan penting di dalamnya bahwa, untuk meraih anak tangga yang paling atas, tentu harus mulai dari anak tangga yang paling bawah, dan ketika tiba di tingkat paling tinggi jangan pernah abaikan yang di bawah karena roda kehidupan terus berputar dan tidak selamanya berada di atas, suatu saat kita akan meulainya lagi dari bawah. Beliau mengajari saya dan kedua kakak saya dengan teori seperti itu sebab dahulu sebelum mencapai kesuksesan, iapun mengalami hal yang sama dan jauh lebih keras perjuangan beliau yang sejak kecil sudah belajar mandiri.

Selama kurang lebih 30 menit berada dalam ruangan yang tenang namun menegangkan, alhamdulillah wawancara selesai. Semua pertanyaan yang diajukan berhasil saya jawab. Meski sempat grogi awalnya, namun saya yakin bisa menyelesaikan tahapan ini dengan baik. Kini saatnya berharap dalam penantian akan adanya kabar baik untukku ke depannya, amin.


Senin, 16 April 2012

KEJURDA BERKESAN

Karate. Olahraga beladiri yang telah menjadi bagian dalam hidupku selama ini. Salah satu kegemaran/hobby yang hingga saat ini kugeluti dan tidak ada kata bosan dalam menjalaninya. Banyak cerita/kisah tentang olahraga ini yang telah terukir melengkapi perjalanan hidupku sejak masih duduk di bangku kelas 1 SMP dulu (hmmm..nostalgia).

Berbagai kegiatan dalam karate yang sangat sayang untuk dilewatkan. Bagi saya, melewatkan suatu kegiatan/event karate, sama halnya dengan menutup satu kesempatan untuk memperoleh suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh tidak hanya terpaku pada hal-hal yang berkaitan dengan karate saja yang sudah tentu ada dalam setiap kesempatan. Ada banyak pengalaman lainnya yang tidak kalah menarik, seperti pengalaman berkunjung ke suatu tempat/daerah (lokasi kegiatan) yang mungkin belum pernah dikunjungi sebelumnya, pengalaman mendapatkan teman baru, dan pengalaman berupa kebersamaan dengan teman-teman karate dari kontingen soppeng. Serta pengalaman lainnya yang tidak kalah berkesan sehingga membuat saya memberi judul note ini “Kejurda Berkesan”. Yaa.., pengalaman yang mengesankan dan selalu terkenang saat bersama dengan “dia” selama kurang lebih 3 hari di Makassar. “Dia” adalah..., mmm...sebenarnya malu untuk mengatakannya tapi biarlah blog ini menjadi media bagiku untuk mencurahkan segala hal yang kuanggap perlu dan penting dalam hidupku. “Dia” tidak lain adalah murid karateku sendiri yang telah setahun lamanya menjalani latihan bersama saya di Soppeng dan kini menjadi tambatan hati (hehehe..., kena cinlok juga saya).

Semua bermula ketika perjalanan dari Soppeng menuju Makassar bersama kontingen Soppeng dan “dia” sore itu. Perjalanan menjadi lebih asyik karena ada “dia”. Jika dalam pertandingan sebelumnya saya terkadang bingung untuk mencari semangat baru agar dapat menampilkan yang terbaik, kali ini satu semangatku ada pada dirinya. “Dia” seolah memberi semangat yang luar biasa yang selama ini belum pernah kualami setiap kali bertanding. Hal itu tentu akan saya jadikan motivasi agar bisa meraih gelar juara nantinya. Adapun menang atau kalahnya saya dalam pertandingan nanti, saya tidak begitu mempersoalkannya, toh namanya juga kompetisi ada menang dan ada yang kalah, siap menang demikian pula halnya kita harus tegar saat kalah.

Hari pertama di Makassar kami manfaatkan untuk latihan di pagi hari sebagai pemantapan fisik dan mental karena jadwal pertandingan baru dilaksanakan besok. Jadi ada waktu untuk kami beristirahat setelah latihan dan sebelum bertanding besok. Senang rasanya melihat semangat kontingen Soppeng yang membara. Tak ada rasa takut dalam diri mereka meskipun ini adalah pertama kalinya mereka mengikuti kejuaraan tingkat daerah (Kejurda). Kesiapan mental hari itu kian lengkap rasanya ketika sore menjelang magrib, di mana saya dan “dia” menyempatkan diri untuk menyaksikan sunset di anjungan pantai losari. Semua terasa indah saat berada dekat dengannya, saat tangan kami saling menggenggam seraya mengikat janji dalam hati untuk selalu bersama dan berkomitmen untuk menjaga hubungan ini hingga tiba saatnya nanti (saat yang membahagiakan tentunya). Sangat tepat jika saya mengatakan bahwa saat itu adalah saat yang tak terlupakan dan begitu berkesan bagiku dan tentu baginya juga karena ini adalah the first time, yaa..saat pertama saya dan “dia” menikmati indahnya matahari terbenam dengan belahan jiwa. Hmm...rasanya berbunga-bunga...(mirip taman ya, hehe..)

Pengalaman membawa kontingen Soppeng bersama kakak dalam kejurda kali ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Saya banyak belajar bagaimana menjadi seorang manager yang membimbing anak didik sendiri dalam suatu event. Sebagai seorang manajer/coach saya harus memperhatikan semua anggota kontingen yang menjadi tanggung jawab saya. Dengan begitu saya bisa belajar bertanggung jawab. Sebuah pengalaman berharga tentunya. Satu persatu murid saya bertanding dengan waktu yang berbeda sesuai kelasnya masing-masing. Ketika tiba giliran “dia” bertanding, saya semakin semangat menjalani tugas saya sebagai seorang manajer dalam pertandingan (hehehee....). Meski hasilnya kurang memuaskan alias kalah, tapi tak apalah. Ini juga adalah the first experience bagi “dia”, tentu dengan hasil yang diperoleh hari ini akan memacu semangatnya, begitupun teman-temannya untuk terus belajar/berlatih. Dan tentu “dia” juga lebih semangat meskipun hasilnya kalah karena mendapat perhatian yang lebih dari saya (hehe..narzis bin lebay). Sebenarnya gak enak juga sama teman-temannya waktu itu, karena saya memberikan perhatian lebih kepada “dia” mulai dari persiapan sebelum pertandingan hingga pertandingannya usai. Tapi, it’s okay-lah,,let it flow..., toh pada akhirnya mereka juga akan tahu nantinya. Fast or Slowly.

Semua menjadi berkesan ketika dalam perjalanan pulang kami duduk begitu dekat dalam mobil yang kami (kontingen soppeng) tumpangi. Sempat merasa risih juga dengan teman-temannya yang sesekali melirik kami berdua saat sedang ngobrol atau bertatapan, hehe. Kurang lebih empat jam lamanya perjalanan dari makassar ke kota soppeng akhirnya tiba juga kami di kota tercinta. Satu persatu atlet turun dari mobil di rumahnya masing-masing. Hingga tiba saatnya giliran dia yang turun dari mobil, sedih juga rasanya ketika harus terpisah dengan dia saat kedekatan di antara kami mulai terjalin. Namun saya merasa senang telah bersama “dia” (si pujaan hati) selama di makassar hingga kembali ke kota soppeng. Rasa tidak kangen dan sabaran kini bersarang di benakku untuk segera bertemu kembali dengannya dalam latihan berikutnya. Hmmmmmm.... (senyum sambil menghela nafas panjang) J

Dengan pengalaman saat kejurda kemarin bersama teman dan “dia” tentunya, semakin menambah alasan bagi saya untuk tetap pada olahraga favoritku (karate), mencintainya hingga akhir hayatku apapun yang terjadi. Menjalani hari-hari dengan olahraga ini, bersama sahabat/teman-teman, dan “dia”.