Kamis, 22 Desember 2011

Sebuah Harapan di Hari Ibu


Hari Ibu yang diperingati setiap tahunnya pada 22 Desember merupakan momentum untuk mengingat dan meneguhkan kontribusi gerakan kaum perempuan dalam menyiapkan Indonesia sebagai negara bangsa yang bebas dari kolonialisme, berdaulat, adil dan makmur. Namun tak kalah pentingnya, peringatan Hari Ibu ini bukan hanya sekedar seremonial, tetapi sebagai momen dalam rangka membebaskan perempuan dari berbagai bentuk kekerasan.
Hari Ibu atau Mom Day bukan semata-mata memperingati jasa Ibu yang memang memiliki peran penting dalam kehidupan domestik kita bersama. Untuk konteks sekarang ini, menurut saya adalah bagaimana memberikan penghargaan terhadap kaum Ibu dengan membebaskan ia dari berbagai bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan seksual.
Kasus yang kini marak dan peristiwanya terus berulang adalah perkosaan dalam angkutan kota. Hal ini semestinya menjadi perhatian penting pemerintah, terutama pemenuhan keadilan dan pemulihan bagi perempuan korban dan memberi sangsi hukum yang setimpal bagi para pelakunya.
Jika kekerasan terhadap perempuan masih sangat menguat di sekitar kita, maka pemberdayaan terhadap perempuan akan sangat sulit dilakukan. Sebab prasyarat perempuan untuk berdaya adalah membebaskannya dari kekerasan dalam bentuk apapun.
Hal ini harusnya menjadi perhatian kita bersama khususnya pemerintah yang mempunyai kompetensi/kewenangan dalam hal perlindungan hukum yang pasti bagi kaum perempuan. Butuh kerjasama yang erat dansaling mendukung antara pemerintah, masyarakat pada umumnya dan perempuan itu sendiri. Perempuan itu sendiri diharapkan bisa menjadi pemeran utama dalam hal pemberdayaan kaummnya, sedangkan pemerintah dan masyarakat umum adalah pemeran pembantu namun penting. Kenapa saya mengatakan demikian, tidak lain karena saya melihat kondisi kekinian di mana umumnya perempuan itu sendirilah yang terkadang berperilaku kurang baik dalam kesehariannya yang dia sendiri tidak menyadarinya. Misalnya dengan berpenampilan dan berpakaian yang super mewah dan minim di tempat umum, sehingga tanpa disadari secara tidak langsung hal itulah yang mengundang terjadinya tindak kriminal bagi kaum perempuan. Di samping para pelaku atau calon pelaku yang juga memang terkadang  pikirannya bejat alias kriminil.
Olehnya itu, kemauan dan konsistensi semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjawab berbagai tantangan kedepan dan mewujudkan ekspektasi semua masyarakat berkaitan dengan pemberdayaan perempuan demi keberlangsungan hidup mereka yang sejahtera agar kelak kaum perempuan kita bisa menjadi seorang Ibu yang mandiri bagi penerus bangsa yang siap meneruskan tongkat estafet atau cita-cita negeri tercinta. Dan sangat berkenan kiranya jika kita memberi gelar kepahlawanan bagi seorang Ibu yang telah berjuang sekuat tenaga melahirkan (putra-putri bangsa).
Selamatkan Ibu, selamatkan perempuan, selamatkan bangsa, selamat hari Ibu.

Catatan Kecil di Hari Ibu

Tanpa ada maksud mengurangi atau mengabaikan rasa kasih sayang yang juga diberikan oleh Etta (Ayah), saya sengaja menulis catatan kecil ini di hari Ibu untuk mengabadikan sejuta cinta kasih dari seorang Ibu kepada kami (anak-anaknya). Meski sebenarnya sudah terukir indah dalam hati dan pikiran ini tentang kasih Ibu, namun belum puas dan tak lengkap rasanya jika saya belum memuatnya dalam sebuah catatan. Juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ibunda tercinta yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi kami sekeluarga.

Sangat banyak kata yang dapat mendeskripsikan sosok seorang Ibu,. Akan tetapi, mengingat saya bukanlah seorang sastrawan yang mampu menciptakan kata-kata yang indah dan menarik. Juga saya ini bukanlah ahli puisi yang dengan mudah bisa menghasilkan sebuah puisi untuk seorang Ibu. Namun cukuplah bagi saya mengartikan sosok Ibu sebagai orang yang berhati lembut penuh perhatian. Ia adalah pejuang yang tangguh dalam keluarga. Ibu, adalah pemimpin, teladan, dan guru bagi kami yang melebihi arti sebenarnya  dari profesi seorang guru. Bagiku, Ibu adalah segalanya dalam hidup ini. Ia adalah malaikat yang diutus oleh Tuhan. She’s Everything.
Sebuah pepatah bugis mengatakan: Iyaro To Matoammu, Puang Alla Ta’ala Mallinomu..., jaji sompa madecengngi pajajiammu. Artinya, Kedua Orang Tuamu adalah wujud dari Tuhanmu di Dunia, jadi hormati dan perlakukan mereka sebaik mungkin.

Rasulullah SAW sendiri telah menempatkan derajat Ibu 3 kali lebih tinggi dari Ayah. Beliau berkata, orang yang harus dihormati adalah Ibumu, Ibumu, Ibumu, lalu Ayahmu. Bagi saya pribadi, Allah SWT telah mengutus Rasul sebagai teladan bagi Ummat Islam, sementara Ibu adalah perwakilan-Nya yang juga bisa dikatakan sebagai wujud nyata Allah SWT dalam hal kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Hal ini jelas senada dengan pepatah bugis tadi.
Selain itu, begitu pentingnya kehadiran Ibu dan manfaat yang diberikan oleh seorang Ibu terhadap anaknya, sehingga ada sebuah bait sajak yang mengatakan ‘aku tak butuh Tuhan, aku tak butuh guru, namun yang kubutuhkan hanya seorang  Ibu’.
Artinya, begitu mulia dan berharganya nilai kasih sayang dari seorang Ibu, sehingga posisinya tak tertandingi oleh siapapun. Karena, tanpa Ibu kita bukan siapa-siapa. Jadi wajar saja jika seorang ibu diibaratkan sebagai sumber kehidupan.

Meskipun masih banyak Ibu yang menelantarkan anaknya, namun  menurut saya sosok Ibu itu tidak akan tergantikan. Tak ada yang bisa menandingi keluhuran hatinya. Ketika ada seorang Ibu yang berani menelantarkan anaknya, itu bukan merupakan ekspresi dari hatinya. Namun bisa saja karena ada bisikan dari luar.
Dan yang perlu diingat, hati seorang Ibu seperti halusnya sutra, begitulah halusnya belaian kasih sayang seorang Ibu. Meski sepanjang kehidupannya senantiasa disertai dengan berbagai penderitaan khususnya saat membesarkan buah hati tercinta, hati ibu senantiasa lembut sepanjang masa. Dan hal itu tidak menurunkan kualitas kasih sayang seorang IBU.

Sangat pantas jika saya menyatakan bahwa hingga detik ini dan sampai kapanpun, kasih seorang Ibu belum ada yang terbalas dan tidak akan pernah ada seorang anak yang mampu membalasnya. Melainkan yang bisa kita lakukan sebagai anak yakni dengan membahagiakan Ibu kita. Itulah perwujudan rasa cinta seorang anak kepada Ibunya. Bukan membalas.

Saya teringat pesan dari seorang ulama saat masih kuliah dulu, ia mengatakan bahwa kehancuran suatu keluarga/bangsa itu sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku kaum perempuannya, jika perempuannya baik, maka baik pula keluarga/bangsa itu, tapi jika perempuannya ‘rusak’, maka rusak pula keluarga/bangsa itu. Pesan penting bagi kaum perempuan berkenaan dengan momen hari Ibu, hendaklah menjadi sosok peneduh dunia, dan sumber inspirasi di setiap langkah seorang anak. Karena memang sosok Ibu ini merupakan tempat berteduh di dunia, dan juga jadilah seorang Ibu yang menjadi sumber kehidupan orang banyak, bukan hanya dalam keluarga saja.
Terima Kasih Ibu..., Terima Kasih Ibu..., Terima Kasih Ibu..., Terima Kasih Ayah.
Selamat Hari Ibu

Rabu, 07 Desember 2011

Cintailah Mereka

Kadang manusia akan mengalami dan melaluinya, dan kadang manusia tak menerima dan merelakannya. Suatu saat kita, bisa mendapat cobaan itu. Coba berpikir dalam bila mendapat cobaan itu.
Olehnya itu, cintailah cinta mereka, sayangilah sayang mereka..., sebagai tanda ketulusan yg diinginkan mereka. Tertawalah lepas dengannya, bernyanyilah indah dengannya.
Kita sama, semua sama, yang tercantik dan sempurna. Dan yang terbaik.


Ada yang bilang, ketika mendengar atau menyaksikan secara langsung suatu peristiwa/kejadian atau apapun itu (positif) lalu kita merasa merinding, itu artinya bahwa kita bisa turut merasakan apa yang kita saksikan atau dengarkan itu. Begitulah yang kini tengah saya rasakan ketika mendengar dan menyaksikan video klip dari Band GIGI - Cintailah Mereka yang bertajuk tentang kepedulian terhadap mereka (anak yatim) yang hingga saat ini masih banyak sekali yang belum tersantuni. Sangat dalam makna dari lagu ini, sehingga berulang kali tangan ini menekan tombol play untuk memainkan kembali lagu ini. Mungkin bukan hanya saya yang merasa tersentuh dengan lirik lagu dari GIGI tersebut, melainkan Anda (sahabat-sahabat) yang juga memiliki hati nurani yang tulus untuk peduli dan memberi sebuah perhatian dengan saudara-saudari kita di luar sana yang mungkin kondisinya tidak sebahagia kita yang memiliki keluarga (orang tua) yang utuh. Yah, anak yatim piatu, itulah mereka. 

Hidup bersama-sama dalam satu tempat/asrama, melakukan aktifitas sehari-hari bersama teman-teman sesama anak yatim piatu lainnya, merupakan kebiasaan mereka. Jauh dari kasih sayang orang tua kandung, jauh dari lingkungan keluarga yang sangat membahagiakan seperti yang kita rasakan. Semua itu adalah cobaan yang harus mereka tanggung. Melihat keadaan mereka yang kehilangan orang tua, akan sulit rasanya bagi saya untuk menjalani seperti yang mereka rasakan. Tapi meringankan beban mereka dengan sebuah kepedulian tentu suatu perbuatan yang mulia.


Tidak banyak yang diharapkan oleh mereka, kecuali perhatian yang tidak mereka miliki seperti yang kita miliki. Apapun itu, sekecil apapun perhatian yang diberikan, akan sangat bermanfaat dan membahagiakan  mereka.

Seperti yang dikutip MediaIndonesia.com (06/12/2011), selasa kemarin merupakan Hari Anak Yatim Nasional yang bertepatan dengan 10 Muharram 1433 H. Puluhan anak-anak melakukan aksi memperingati Hari Anak Yatim Nasional di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (6/12/2011). Dalam aksinya, mereka meminta kepada pemerintah untuk menetapkan 10 Muharrom sebagai Hari Anak Yatim secara formal, yang setidaknya telah mengurangi beban kewajiban pemerintah yang diamantkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 yang berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Dari berita tersebut, dapat kita ketahui bahwa sebenarnya mereka tidak meminta banyak dari pemerintah kecuali sebuah perhatian. Melalui penetapan 10 Muharrom sebagai Hari Anak Yatim Nasional, mereka mencoba mengingatkan pemerintah tentang janji yang mereka buat dalam sebuah UUD 1945. Dengan begitu, diharapkan pemerintah lebih meningkatkan concern terhadap mereka (anak yatim).

Memang ironi dan menyedihkan ketika melihat realita yang terjadi saat ini. Masih banyak sekali anak yatim di luar sana yang belum atau bahkan tidak pernah tersantuni. Tidak salah jika ada anggapan bahwa "anak terlantar itu dipelihara oleh negara, makanya hampir setiap sudut kota selalu kita temukan anak terlantar usia sekolah yang bertarung menjalani kehidupan mereka di persimpangan jalan dengan bekerja". Hal yang seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah lebih memperhatikan perhatian mereka terhadap anak-anak terlantar tersebut. Itu baru yang terjadi di kota besar yang sangat sering kita lihat sehari-hari dan sangat mungkin untuk disantuni, tapi bagaimana dengan mereka yang keberadaannya (di pelosok negeri) jauh dari keadaan yang memungkinkan untuk mendapat santunan?

Ketimbang menunggu perhatian dari pemerintah yang entah kapan dan entah kenapa tidak fokus, sangat baik dan wajib bagi kita (khususnya saya) untuk segera turut serta dengan sebuah tindakan  real dalam memberi sebuah perhatian bagi mereka. Banyak cara yang bisa kita lakukan dan tentu sahabat semua tahu. Kembali lagi ke persoalan hati nurani. Tumbuhkan kepedulian kita kepada mereka. Karena kita semua sama.

Saatnya mengakhiri perhatian yang tertuang dalam catatan dari seseorang yang prihatin dengan kondisi saudara-saudari kita yang menjalani kehidupan mereka sebagai yatim piatu. Memulai dengan tindakan akan lebih baik. Semoga Anda yang membaca note ini juga merasakan hal yang sama dan tergerak hati dan fisiknya untuk peduli. Saya yakin itu!

Selasa, 29 November 2011

yang ke-dua puluh empat tahun

Hari berganti, usia pun bertambah atau malah sebaliknya berkurang. Semua tergantung interpretasi masing-masing dalam mengartikan pergantian usia yang dialami. Bagi saya pribadi, pergantian usia merupakan pemberitahuan atau mungkin sebuah peringatan (warning) tentang masa hidup yang diberikan oleh Sang Pemilik Kehidupan (ALLAH SWT) bahwa kita harus segera me-refresh segala hal dalam hidup ini yang terangkai selama perjalanan hidup kita untuk kemudian menyusun strategi dalam menentukan langkah ke depannya demi sebuah progress kehidupan yang jauh lebih baik. Bukan hanya sekedar celebrate atau semacamnya yang bersifat duniawi. Lebih dari itu setiap saat sebenarnya kita dituntut untuk segera meninggalkan perilaku-perilaku negatif yang mendominasi atau bahkan menjadi pengisi kehidupan kita selama ini.

Perjalanan hidup kian terasa setelah usia kita terus bertambah. Dari yang tadinya belasan kini menjadi puluhan, setengah abad dan seterusnya. Meningkatnya usia seseorang seyogyanya diikuti pula dengan bertingkatnya kesadaran akan arti kehidupan yang tidak hanya sekedar lahir, menjadi remaja/dewasa, lalu menikah dan memiliki anak/cucu dan seterusnya. Siapapun Anda, tentu tahu arti kehidupan dan mempunyai cara tersendiri untuk menjalaninya. Namun, dominasi kebaikan adalah cara paling bijak menjalani kehidupan yang sangat berharga ini.

Tidak ada maksud untuk menasehati dalam hal penulisan catatan ini. Hanya sekedar reminder untuk diri sendiri, demikian pula untuk Anda yang kebetulan membaca dan kembali teingat dengan usia masing-masing yang di satu sisi kian bertambah, tapi di sisi lain semakin berkurang. Sebagai orang yang beragama Islam, saya meyakini bahwa usia seorang manusia (ummat Muhammad) kemungkinan besar tidak melebihi usia dari Rasulnya yang hanya berusia 63 tahun. Kalaupun ada di antara kita yang usianya lebih dari usia Baginda Rasul, itu hanya bonus dari ALLAH SWT. Akan tetapi dengan usia lebih tersebut, sangat bijak rasanya jika dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berbenah. Namun jangan menunggu bonus untuk berbenah. Mulailah dari yang kecil, mulailah dari diri sendiri, mulailah dari sekarang. InsyaAllah bisa! Semoga saya pun bisa.

Saya merasa sangat bahagia bisa sampai pada usia yang ke dua puluh empat di tahun ini. Banyak hal yang kini menjadi poin-poin penting dalam menyusun langkah ke depannya. Utamanya dalam hal agama. Pergantian usia hari ini sebenarnya sama saja dengan tahun sebelumnya. Namun yang membedakan tentu harus ada. Bukan dari usianya. Bukan dari perayaannya. Bukan pula dari berapa banyak ucapan dan hadiah yang kita terima. Tapi, semua menjadi beda berdasarkan upaya kita masing-masing untuk memulai suatu komitmen ke depannya dalam merangkai sebuah perjalanan hidup yang lebih baik. Saya teringat dengan ucapan seorang sastrawan bahwa, "tugas manusia sebenarnya bukan menaklukkan waktu, tapi menciptakan sebuah kenangan indah yang akan diucap/dikenang dengan manis di masa yang akan datang". Jadi, tugas kita sebenarnya bukan menaklukkan waktu, melainkan menjalani waktu dengan menghasilkan sebuah karya-karya cemerlang yang membahagiakan diri, keluarga, dan sesama manusia yang kemudian menjadi sebuah sejarah kehidupan yang dapat senantiasa kita kenang di masa yang akan datang. Dengan begitu kebahagiaan dan arti kehidupan yang sebenarnya telah kita temukan. Bahkan sangat dekat.

Tidak perlu berlama-lama lagi. Sudah saatnya saya/kita untuk segera memulai. Dimulai dengan mengakhiri catatan ini dan melakukan tindakan nyata.
Selamat berjuang sahabat-sahabatku, semoga kita bisa menciptakan yang terbaik. Terima kasih atas do'a dan ucapan ulang tahunnya. Semoga segera di ijabah. Amin

Sabtu, 08 Oktober 2011

hilangnya satu nafas hidupku

in memories...


Kehilangan sosok seorang Ayah dalam kehidupanku bagaikan hilangnya satu nafas kehidupan yang selama ini menjadi penyemangat hidupku. Bersama Ibu, beliau telah mendidik kami dengan penuh kesabaran dan kasih sayang sejak kecil hingga kami (anak-anaknya) memasuki usia dewasa. Sungguh suatu pemberian yang sangat bernilai dalam kehidupan kami yang tidak akan pernah bisa terbalas kebaikan mereka meski dengan nyawa sekalipun. Begitu banyak ilmu dan nilai-nilai kehidupan yang beliau ajarkan kepada kami (anak-anaknya). Mulai dari pemahaman tentang agama, adat dan segala hal yang sangat kami butuhkan dalam kehidupan ini.

Masih segar dalam ingatan saat terakhir beliau bersama kami. Pagi itu di RSU Ajapange Soppeng, Etta (begitu kami memanggilnya) menjalani masa kritisnya bersama Ibu dan kakak kedua saya. Sementara saya dan kakak yang pertama sedang dalam perjalanan dari Makassar menuju Soppeng. Hampir setiap 15 menit selama kami dalam perjalanan, kami selalu meminta dan menerima informasi dari Ibu dan saudara yang sedang bersama Etta di RS tentang kondisi terkini Etta. Sama sekali tidak ada firasat bahwa pada hari itu beliau akan pergi untuk selama-lamanya. Dan entah kenapa saat mengemudiakan motor, saya melaju dengan kecepatan tinggi yang beda dari biasanya dan tiba di Soppeng kurang lebih satu jam lebih cepat. Sebenarnya, ini adalah pertanda bahwa tidak lama lagi Etta akan pergi meninggalkan kami yang sama sekali tidak kami sadari. Pukul 09.10 wita (kurang lebih) kami tiba di RS (UGD). Dalam ruangan itu, saya menemui Etta sedang terbaring lemah dengan nafas yang tersengal-sengal. Tatapan matanya yang sayu, seolah ingin menyampaikan sebuah pesan sebelum kepergiannya untuk selama-lamanya. Badannya yang kurus kering seolah berkata kepada kami anak-anaknya bahwa kalian semua sudah dewasa dan harus berusaha sendiri untuk mandiri menjalani kehidupan masing-masing. Sesekali batuk menyiksa pernapasannya bagai sebuah pemberitahuan bahwa hidupnya tak lama lagi.  Kamipun bergantian memeluknya sambil membantu beliau untuk melafadzkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan bersyahadat saat nafasnya tersengal-sengal. Hanya kurang lebih lima belas menit saja kebersamaan kami di ruang UGD (Unit Gawat Darurat), serangan jantung membuat Etta pergi selama-lamanya meninggalkan kami. Tangispun pecah dan tak terbendung lagi di ruangan itu. Tapi, terlepas dari semua itu, saya merasa bersyukur sekali dapat menatap mata Etta yang sayu sesaat sebelum beliau meninggal, mengingat perjalanan yang kami tempuh hampir tidak memungkinkan lagi untuk sampai di RS saat Etta masih hidup. Alhamdulillah ALLAH berkehendak untuk mempertemukan kami sekeluarga di saat-saat terakhir kehidupan Etta.

Sakit stroke yang ia derita sejak awal bulan Mei 2010 lalu mengharuskannya menjalani masa pensiunnya sebagai pendidik (guru) dengan penuh penderitaan. Namun dengan kesabaran, beliau bisa menjalani hari-harinya dengan kelumpuhan pada tubuhnya di bagian kiri hingga ajal menjemputnya. Satu kesyukuran bagi saya karena bisa berada di tengah-tengah kedua orang tua saat kondisi mereka sudah lanjut usia. Beberapa foto dan rekaman saat beliau masih hidup khususnya saat Etta sakit, kini menjadi teman dikala kerinduan melanda kami. Dengan foto dan video tersebut, kami merasa sangat dekat sekali dengan beliau. Menemani dan merawat Etta selama masa sakitnya adalah saat penuh suka dan duka yang kini selalu dikenang oleh kami sekeluarga tatkala rasa rindu kepada Etta datang menghampiri.

Kini setahun sudah kepergian beliau dari keluarga kecil kami, Jum'at 08 Oktober 2010 - Sabtu 08 Oktober 2011. Terkadang rasa tidak percaya bahwa Etta telah meninggal hadir di pikiranku sehingga membuatku berpikir bahwa jangan-jangan kita semua salah, Etta mungkin masih hidup saat dikubur. Tapi kemudian saya sadar bahwa pemikiran ini hadir hanya karena didasari proses pembelajaran tentang keikhlasan menerima kenyataan yang belumlah sempurna. Ya ALLAH.., kami ikhlas atas kepergian Etta dan senantiasa teriring do'a dari kami (keluarga kecilnya) untuk keselamatan beliau di alam kubur sana dalam penantiannya menanti hari akhir tiba. Semoga diberi ketenangan, cahaya terang dan dilapangkan kuburnya, diberi keselamatan di jembatan shirotal mustaqim, serta semoga Surga Firdaus-Nya adalah tempatnya kelak..., Amiin Allahumma Amiin. Meski sudah setahun, kami sekeluarga masih dan akan selalu menganggap beliau hidup. Baik di dalam hati kami maupun di tengah-tengah kami dalam setiap momen kehidupan. Kehilangan sosok seorang Ayah yang sabar, dan menjadi panutan bagi keluarga bagaikan kehilangan satu nafas kehidupan dalam hidupku. 

ETTA...,
Saya merindukan nasehat  dan pandangan hidup Etta. Saya merindukan suara, canda dan tawa dari Etta. Saya merindukan untuk berkebun di tanah milik kita Etta. Saya merindukan untuk dibangunkan menunaikan shalat subuh. Saya merindukan untuk jalan-jalan pagi, shalat, makan, dan tidur bersama Etta. Saya rindu untuk mengantar Etta ke sekolah mengajar murid-murid Etta. Saya rindu melihat Etta menjalani setiap hari bersama Ibu.

Saya merindukanmu ETTA. Istirahatlah dengan tenang, kami selalu rindu dan selalu berdo'a untuk keselamatan Etta.


Selamat Jalan Etta...

Sabtu, 01 Oktober 2011

cintaku di karate

Malam minggu sendiri kelabu. Pendapat itu sepertinya tidak berlaku dengan saya yang saat kesendirian menjadi temanku membuat perasaan ini begitu menyenangkan dengan hadirnya pemikiran untuk menorehkan sebuah catatan dalam blog ini tentang pengalaman cinta beberapa tahun dan hari lalu.

Jum'at 30 september, saya kembali dengan aktifitas yang tertunda selama dua bulan lamanya sejak ramadhan kemarin. Aktifitas olahraga yang sudah menjadi hobby sejak SMP kemarin (beberapa tahun silam). KARATE. Itulah yang menjadi kegemaranku yang terbangun sejak duduk dibangku SMP kemarin. Hingga saat ini saya masih sangat mencintai olahraga ini. Di saat beberapa teman lainnya yang dulu juga pernah menjadi teman dalam olahraga ini lebih sibuk dengan rutinitas yang baru dan lebih menyenangkan (menurut versi mereka). Entah kenapa dengan olahraga ini. Padahal menurut beberapa orang yang pernah ikut, olahraga ini membosankan. Gerakannya itu melulu..., tidak ada variasi. Kami bosan! (seperti itulah pendapat dari teman-teman kebanyakan).



Pendapat tentang "gerakannya itu melulu" sengaja saya garis bawahi karena memang benar demikian. Namun, perlu diketahui juga teman-teman bahwa selain waktu yang tidak mungkin berulang, segala sesuatu tentu akan dilakukan berulang-ulang. Untuk memahami dan menguasai, tentu harus dilakukan berulang-ulang biar lebih mengerti. Dan semua olahraga tentu seperti itu. Coba saja Anda pelajari semua jenis olahraga, tentu gerakannya itu-itu saja, dan memang seperti itulah realitanya. Jadi, dapat saya simpulkan bahwa pendapat teman-teman yang merasa jenuh dengan Karate adalah pendapat yang keliru dan tidak berdasar sama sekali. Semata-mata karena jenuh, sehingga teman-teman memutuskan berhenti alias kegemaran Anda bukan di karate melainkan dalam bidang olahraga yang lain mungkin.

Di situlah letak perbedaan kita teman-teman. Kecintaan dengan sebuah rutinitas/kegiatan membuat kita tetap bertahan di tengah kejenuhan orang lain yang bisa saja mempengaruhi fokus kita. Cinta (hobby) itulah yang saya jadikan prinsip sehingga mengantarkan saya dalam kecintaan yang sama, bahkan lebih terhadap olahraga karate sejauh ini. Karena cinta itu sendiri mengantar saya pada tujuan utama saya saat masih sangat baru di olahraga ini yakni meraih sabuk hitam dan menjadi seorang pelatih yang bisa dijadikan contoh.

Kecintaan itu tentu berdasar. Layaknya mencintai seseorang (lawan jenis) tentu ada sesuatu yang menarik sehingga kita merasa suka dengannya. Begitupun dengan Karate, banyak hal yang bisa saya dapatkan dengan olahraga ini. Selain dari tujuan utamanya sebagai ilmu untuk beladiri, keuntungan yang saya maksud itu mulai dari kesehatan jasmani yang akan mengantar pada kekuatan jiwa, seperti kata pepatah "men sana in corpore sano" (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat). Ya...kurang lebih seperti itulah yang saya rasakan. Keuntungan lainnya, yakni kemampuan untuk belajar menjadi seorang pemimpin seperti yang saya alami beberapa tahun terakhir. Yaa.., sebagai pelatih (Simpay) saya merasakan sekali bagaimana melawan rasa tidak percaya diri menghadapi orang banyak sekaligus menjadi contoh. Dan Alhamdulillah, saya bisa. Selain itu, dalam hal pergaulan. Karate membuat saya mengenal banyak teman yang sebelumnya kami tidak pernah dipertemukan dalam dunia pendidikan formal atau dalam kegiatan lainnya. Beberapa teman dan pribadi saya kenal di karate, mulai dari mereka yang benar-benar suka dengan olahraga ini hingga mereka yang hanya sekedar ikut-ikutan dengan temannya yang entah akan berlanjut atau tidak nantinya.

Dengan menjadi seorang pelatih, saya belajar menjadi seorang pemimpin meski dalam skala yang masih terbilang kecil. Banyak hal yang saya pelajari dengan menjadi seorang pelatih. Salah satunya adalah dalam hal kedisiplinan. Dalam hal apapun, seorang pelatih tentu harus bisa menjadi contoh bagi yang dilatihnya. Apa yang diinginkan untuk dimiliki oleh seorang murid tentu harus dimiliki dulu oleh pelatih. Jika menginginkan muridnya disiplin, pelatih tentu harus lebih disiplin lagi. Dan seterusnya. Intinya, segala hal yang ada dalam diri pelatih (Simpay) sebisa mungkin harus ditampilkan yang terbaik untuk murid-muridnya agar ia bisa menjadi teladan. 

Sekedar informasi bahwa mereka yang menjadi murid karate saya umumnya berasal dari siswa SMA. Dan sebagai seorang pelatih saya sudah seringkali dihadapkan dengan berbagai karakter murid yang berbeda-beda. Mulai dari mereka yang selalu bercanda saat latihan hingga mereka yang serius pada saat latihan tapi tidak mengerti sama sekali. Saya tidak menyalahkan mereka, karena menjadi tugas seorang pelatih untuk selalu mencari cara baru dalam hal menyampaikan materi kepada muridnya. Namun, selama beberapa tahun terakhir berstatus sebagai pelatih yang membuat saya bingung dan terkadang sedikit mengganggu pikiran jika terus mengingatnya yakni tentang pendapat seorang teman pelatih bahwa "jangan sampai terlibat cinta lokasi dengan anak murid sendiri". Karena menurutnya, jika terjadi hal demikian tentu akan mengganggu konsentrasi saat melatih yang beresiko terjadinya diskriminasi dengan murid-murid lainnya. Maksudnya begini, jika tadinya cara melatih kita tegas, perlahan tapi pasti akan melemah. Misalnya ketika si murid yang menjadi pacar kita melakukan pelanggaran dalam latihan, tentu tidak tega rasanya menghukumnya sehingga hilanglah konsentrasi untuk bersikap tegas yang berakibat pada sifat pilih kasih terhadap murid-muridnya.

Benar kata teman. Namun, menjadi sebuah dilema yang saya rasakan sekarang karena saat ini juga saya mulai jatuh cinta dengan seorang murid saya sendiri. Ini bukan kali pertama sih sebenarnya. Dulu (tahun 2007), saya juga berada dalam kondisi yang sama. Saat itu kami memang pacaran karena 'dia' sudah tidak begitu aktif dengan karate,  jadi saya merasa tidak ada beban saat melatih. Meski tidak berlangsung lama, tapi saya pernah. Berbeda dengan yang sekarang, murid yang menjadi dambaan hati masih aktif latihan dan terkesan sangat serius mengikuti latihan karate saat saya melatih. Hmmm.....

Perasaan itu semakin meningkat ketika Jum'at 30 September kemarin saya melihatnya sangat cantik dengan balutan jilbabnya dan sebuah senyuman yang dilayangkan dari mulut manisnya sepulang dari latihan. Hingga berlanjut dengan komunikasi yang saya mulai melalui pesan singkat malam itu, dan juga pada saat saya menulis catatan ini kami saling komunikasi dengan lancar dan semangatnya, se-semangat saya menulis catatan panjang ini. Hehee... ^_^

Sosoknya yang sederhana, lembut dan terkesan pendiam membuat saya tertarik untuk mengenalnya lebih dekat. Dan satu hal yang menguatkan perasaanku (ketertarikan saya) yakni karena wajahnya mirip dengan seorang gadis yang juga pernah menjadi pasangan terbaikku. Perkenalan kami menjadi akrab ketika saya memberanikan diri untuk meminta nomor HP-nya dalam sebuah kesempatan yang tentunya dengan sejuta alasan. Padahal seharusnya murid-lah yang meminta nomor HP pelatihnya untuk kelancaran latihan. Eh.., ini malah terbalik. Hihihi....(jadi malu sendiri). Syukur Alhamdulillah, diapun merespon baik cara saya mendekatinya dengan balas memberi perhatian kepada saya...., hmmm...bak gayung bersambut (istilah orang seperti itu) ada harapanlah dari dia.

Akan seperti apa hubungan kami selanjutnya, mungkinkah jika saya mencoba menyatakan perasaan yang sebenarnya dia akan merespon/menyambut baik dengan perasaan yang sama? Saya semakin tidak sabar menanti hari latihan selanjutnya. Semoga sesuai yang diharapkan. Semoga cintaku di karate (hobbyku) semakin meningkat serta semoga cintaku di karate (dambaan hatiku) adalah 'dia' yang selama ini selalu terpikirkan. Amin

Selasa, 27 September 2011

kenapa orang miskin tetap misikin?


   Jika kita dilahirkan dalam keadaan miskin, sudah dapat dipastikan kita berasal dari orang tua yang miskin, tinggal di perkampungan kumuh, bertetangga dengan orang miskin, dan kebanyakan saudara kita miskin. Karena miskin, kita tidak punya kesempatan sekolah. Kalaupun sekolah hanya SD atau paling banter SMP. Dengan pendidikan yang rendah, apa yang bisa kita lakukan? Akhirnya kita bekerja serabutan, apa adanya, asal bisa makan. Keterampilan yang apa adanya ditambah dengan keadaan yang terpaksa, akhirnya membuat kita mau saja menerima bayaran sesuai kerelaan atau belas kasihan mereka yang butuh jasa kita.
Begitu banyak orang yang seperti itu, bekerja tidak setiap hari. Dengan uang yang pas-pasan, makan sangat "diatur"; artinya pagi makan, siang belum tentu, atau sebaliknya lebih banyak puasa atau makan seadanya. Asupan makanan jauh dari bergizi karena sekadar mengisi perut. Akibatnya mereka kurang gizi, lemah, dan sakit-sakitan. Kalau sakit tidak punya uang, akhirnya banyak pula yang mati muda tanpa pernah menikmati senangnya kehidupan.


Ada puluhan juta orang miskin di negeri kita yang tercinta ini. Saudara kita yang kebetulan tidak mendapat kesempatan dan mendapatkan ujian dengan menjadi orang susah. Allah memang menciptakan manusia, ada yang kaya untuk membantu yang miskin, dan ada yang miskin agar orang kaya bersyukur serta tergerak hatinya untuk membantu.
Kemiskinan menjadi terstruktur jika suatu negara membiarkan korupsi merajalela. Uang negara yang diperuntukan bagi rakyat miskin agar mereka sejahtera malah dimakan oleh pejabat untuk menyejahterakan dirinya sendiri. Banyak anggaran dipersiapkan untuk membantu orang miskin yang berbentuk cash Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ini cukup membantu jika langsung diterima oleh si miskin "tanpa potongan". Pembagian beras miskin lewat lurah juga sangat membantu jika tidak dijual ke pihak yang tidak berhak dengan harga yang lebih tinggi demi mendapat keuntungan. Rakyat yang terkena bencana atau tinggal di daerah terpencil akan sangat terbantu jika dibangun akses jalan dan fasilitas penunjang. Ini dimaksudkan agar masyarakat mampu mandiri dan menjual hasli buminya. Sayangnya mutu jalan dan infrastruktur dikorupsi sehingga sering sekali jalan baru dibangun sudah rusak.
Kenapa ada manusia yang tega memakan manusia lainnya? Mereka memenuhi perut sendiri dan perut anak istrinya dengan uang haram? Mereka membuat diri mereka kaya, tapi membuat orang lain semakin miskin. Banyak contoh di mana pejabat yang meninjau daerah bencana malah merepotkan. Apalagi jika ia adalah orang penting dari pusat. Anggaran malah habis untuk mempersiapakan kedatangannya. Aparat lokal dipersiapkan untuk menyambutnya dan berebut cari muka. Pejabatnya pun mungkin akan marah jika yang menyambut kedatangannya hanya sedikit.
Belum lagi makanan yang akan dimakan si pejabat haruslah istimewa dan banyak. Apalagi kalau si pejabat membawa rombongan ajudan , istri, dan keluarganya. Kok menengok bencana malahan menjadi merepotkan? Bukankah sebaiknya berikan saja doa restu dan audit pengunaan anggaran untuk menuntaskan kemiskinan dan menanggulangi bencana dengan baik?
Untuk mendapatkan BLT, Raskin (Beras Miskin), Jamkesmin (Jaminan Kesehatan Miskin), semuanya harus dicap miskin. Ada pengantar dari kelurahan untuk menyatakan bahwa kita miskin. Kalau perlu diberi seragam atau cap yang membedakan kasta kita adalah kasta miskin proletar yang berhak dapat bantuan. Di kelurahan sendiri juga rawan korupsi. Banyak kartu miskin malah diberikan kepada mereka yang tidak miskin. Apakah mereka ini sudah sedemikian rusak mentalnya dan tidak punya harga diri sehingga tidak malu mengaku miskin agar dapat bantuan dari pemerintah?
 
Kalau untuk mendapatkan BLT sontak pejabat desa, kecamatan, dan kabupaten berlomba-lomba mendata sebanyak mungkin warganya yang miskin. Bahkan, banyak data yang fiktif, ada data tapi orangnya sudah meninggal. Tapi, jika untuk laporan kemajuan desa, data yang dikeluarkan lain lagi. Pokoknya yang menggambarkan bagimana hebatnya aparat birokrat mengelola daerahnya. Dengan data dan laporan yang bagus, akan keluar lagi kucuran dana untuk program lainnya. Rakyat masih dijadikan alat untuk kepentingan para birokrat, belum diperlakukan dengan benar untuk mengangkat derajatnya agar mereka sejahtera.
Kalau rakyat masih mau dijadikan komoditas politik kepentingan para penguasa, dan mau dijadikan objek kemiskinan, mereka akan berkubang dalam lumpur kemiskinan. Cara berpikirnya adalah miskin, meminta-minta, dan mengggantungkan hidupnya pada orang lain. Jika birokrat masih menjadikan rakyat hanya sebagai alat untuk mendapatkan tambahan anggaran yang peruntukannya tidak sesuai dengan alokasi anggaran, akan terciptalah mental penguasa yang bobrok. Merekalah yang sebenarnya miskin. Ya.., miskin kasih sayang, miskin moral, dan miskin belas kasihan kepada`rakyat yang seharusnya mereka lindungi.
Kita harus memerangi keadaan seperti ini agar jangan sampai orang miskin tetap miskin. Orang miskin hanya dianggap sebagai angka; yang semakin besar jumlahnya semakin banyak bantuan yang diberikan. Sudah saatnya kita semua memperjuangkan suatu negara yang makmur, merdeka, sejahtera, di mana rakyatnya mempunyai harga diri dan semangat untuk mandiri. Masyarakat yang malu untuk meminta-minta dan berjuang untuk hidup secara bermartabat.
Sedih rasanya dalam bulan puasa kemarin misalnya, kita melihat bagaimana rakyat miskin yang memang biasa tidak makan malahan tidak puasa. Mereka di bulan suci tersebut malah berjejer di jalan, lengkap dengan anak-istri, bahkan membawa bayi sambil menadahkan tangannya merengek untuk meminta belas kasih para pengguna jalan. Manusia gerobak semakin hari semakin banyak saja berjejer di pinggir-pinggir jalan besar. Rasanya mustahil jika tidak ada yang mengorganisir. Begitu banyak gerobak itu mungkin ada juragan gerobak yang mengambil keuntungan dengan menyewakannya.
Seorang miskin mungkin menjadi putus asa dan tidak percaya lagi kepada Allah. Mereka mencari kasih sayang Allah sepanjang hidupnya, namun belum menemukannya dalam bentuk kesejahteraan. Rawan sekali jika kita membiarkan saudara kita tersebut semakin banyak saja yang bertambah miskin. Mereka nantinya bukan saja miskin harta, tapi juga miskin iman. Bisa tidak percaya lagi kepada kasih sayang Allah.
Bahkan, dikhawatirkandemi mengejar kebutuhan perut—mereka akan terperosok ke dalam perbuatan yang tidak bermartabat, seperti minta-minta dan bahkan berbuat kriminal. Seperti banyak yang terjadi di jalan-jalan protokol di Makassar. Bayangkan jika begitu banyak saudara kita yang miskin, ini juga akan membahayakan kita yang dianggap mampu tapi tidak mau membantu. Kemungkinan ada kecemburuan sosial dan kalau ada kejadian yang tidak diinginkan mereka akan gelap mata.
Jadi, jangan berbahagia apalagi tidak peduli terhadap orang miskin. Kita semua (tak terkecuali saya) yang hidupnya sudah berkecukupan harus membantu mereka. Seberapapun bantuan kita, akan sangat bernilai bagi mereka. 
Ada puluhan juta orang miskin di negeri kita yang tercinta ini. Saudara kita yang kebetulan tidak mendapat kesempatan dan mendapatkan ujian dengan menjadi orang susah. Allah memang menciptakan manusia, ada yang kaya untuk membantu yang miskin, dan ada yang miskin agar orang kaya bersyukur serta tergerak hatinya untuk membantu. 

- Semoga Bermanfaat