Malam minggu
sendiri kelabu. Pendapat itu sepertinya tidak berlaku dengan saya
yang saat kesendirian menjadi temanku membuat perasaan ini begitu menyenangkan
dengan hadirnya pemikiran untuk menorehkan sebuah catatan dalam blog ini tentang
pengalaman cinta beberapa tahun dan hari lalu.
Jum'at 30
september, saya kembali dengan aktifitas yang tertunda selama dua bulan lamanya
sejak ramadhan kemarin. Aktifitas olahraga yang sudah menjadi hobby sejak SMP
kemarin (beberapa tahun silam). KARATE. Itulah yang menjadi kegemaranku
yang terbangun sejak duduk dibangku SMP kemarin. Hingga saat ini saya masih
sangat mencintai olahraga ini. Di saat beberapa teman lainnya yang dulu juga
pernah menjadi teman dalam olahraga ini lebih sibuk dengan rutinitas yang baru
dan lebih menyenangkan (menurut versi mereka). Entah kenapa dengan olahraga
ini. Padahal menurut beberapa orang yang pernah ikut, olahraga ini membosankan.
Gerakannya itu melulu..., tidak ada variasi. Kami bosan! (seperti itulah
pendapat dari teman-teman kebanyakan).
Pendapat
tentang "gerakannya itu melulu" sengaja saya garis bawahi karena
memang benar demikian. Namun, perlu diketahui juga teman-teman bahwa selain
waktu yang tidak mungkin berulang, segala sesuatu tentu akan dilakukan
berulang-ulang. Untuk memahami dan menguasai, tentu harus dilakukan
berulang-ulang biar lebih mengerti. Dan semua olahraga tentu seperti itu. Coba
saja Anda pelajari semua jenis olahraga, tentu gerakannya itu-itu saja, dan
memang seperti itulah realitanya. Jadi, dapat saya simpulkan bahwa pendapat
teman-teman yang merasa jenuh dengan Karate adalah pendapat yang keliru dan
tidak berdasar sama sekali. Semata-mata karena jenuh, sehingga teman-teman
memutuskan berhenti alias kegemaran Anda bukan di karate melainkan dalam bidang
olahraga yang lain mungkin.
Di situlah
letak perbedaan kita teman-teman. Kecintaan dengan sebuah rutinitas/kegiatan
membuat kita tetap bertahan di tengah kejenuhan orang lain yang bisa saja
mempengaruhi fokus kita. Cinta (hobby) itulah yang saya jadikan prinsip
sehingga mengantarkan saya dalam kecintaan yang sama, bahkan lebih terhadap
olahraga karate sejauh ini. Karena cinta itu sendiri mengantar saya pada tujuan
utama saya saat masih sangat baru di olahraga ini yakni meraih sabuk hitam dan
menjadi seorang pelatih yang bisa dijadikan contoh.
Kecintaan itu
tentu berdasar. Layaknya mencintai seseorang (lawan jenis) tentu ada
sesuatu yang menarik sehingga kita merasa suka dengannya. Begitupun dengan
Karate, banyak hal yang bisa saya dapatkan dengan olahraga ini. Selain dari
tujuan utamanya sebagai ilmu untuk beladiri, keuntungan yang saya maksud itu
mulai dari kesehatan jasmani yang akan mengantar pada kekuatan jiwa, seperti
kata pepatah "men sana in corpore sano" (di dalam tubuh yang
sehat terdapat jiwa yang kuat). Ya...kurang lebih seperti itulah
yang saya rasakan. Keuntungan lainnya, yakni kemampuan untuk belajar menjadi
seorang pemimpin seperti yang saya alami beberapa tahun terakhir. Yaa..,
sebagai pelatih (Simpay) saya merasakan sekali bagaimana melawan rasa
tidak percaya diri menghadapi orang banyak sekaligus menjadi contoh. Dan Alhamdulillah,
saya bisa. Selain itu, dalam hal pergaulan. Karate membuat saya
mengenal banyak teman yang sebelumnya kami tidak pernah dipertemukan dalam
dunia pendidikan formal atau dalam kegiatan lainnya. Beberapa teman dan pribadi
saya kenal di karate, mulai dari mereka yang benar-benar suka dengan olahraga
ini hingga mereka yang hanya sekedar ikut-ikutan dengan temannya yang entah
akan berlanjut atau tidak nantinya.
Dengan menjadi
seorang pelatih, saya belajar menjadi seorang pemimpin meski dalam skala yang
masih terbilang kecil. Banyak hal yang saya pelajari dengan menjadi seorang
pelatih. Salah satunya adalah dalam hal kedisiplinan. Dalam hal apapun, seorang
pelatih tentu harus bisa menjadi contoh bagi yang dilatihnya. Apa yang
diinginkan untuk dimiliki oleh seorang murid tentu harus dimiliki dulu oleh
pelatih. Jika menginginkan muridnya disiplin, pelatih tentu harus lebih
disiplin lagi. Dan seterusnya. Intinya, segala hal yang ada dalam diri pelatih (Simpay)
sebisa mungkin harus ditampilkan yang terbaik untuk murid-muridnya agar ia bisa
menjadi teladan.
Sekedar
informasi bahwa mereka yang menjadi murid karate saya umumnya berasal dari
siswa SMA. Dan sebagai seorang pelatih saya sudah seringkali dihadapkan dengan
berbagai karakter murid yang berbeda-beda. Mulai dari mereka yang selalu
bercanda saat latihan hingga mereka yang serius pada saat latihan tapi tidak
mengerti sama sekali. Saya tidak menyalahkan mereka, karena menjadi tugas
seorang pelatih untuk selalu mencari cara baru dalam hal menyampaikan materi
kepada muridnya. Namun, selama beberapa tahun terakhir berstatus sebagai
pelatih yang membuat saya bingung dan terkadang sedikit mengganggu pikiran jika
terus mengingatnya yakni tentang pendapat seorang teman pelatih bahwa "jangan
sampai terlibat cinta lokasi dengan anak murid sendiri". Karena
menurutnya, jika terjadi hal demikian tentu akan mengganggu konsentrasi saat
melatih yang beresiko terjadinya diskriminasi dengan murid-murid lainnya.
Maksudnya begini, jika tadinya cara melatih kita tegas, perlahan tapi pasti
akan melemah. Misalnya ketika si murid yang menjadi pacar kita melakukan
pelanggaran dalam latihan, tentu tidak tega rasanya menghukumnya sehingga
hilanglah konsentrasi untuk bersikap tegas yang berakibat pada sifat pilih
kasih terhadap murid-muridnya.
Benar kata
teman. Namun, menjadi sebuah dilema yang saya rasakan sekarang karena saat ini
juga saya mulai jatuh cinta dengan seorang murid saya sendiri. Ini bukan kali
pertama sih sebenarnya. Dulu (tahun 2007), saya juga berada dalam
kondisi yang sama. Saat itu kami memang pacaran karena 'dia' sudah tidak begitu
aktif dengan karate, jadi saya merasa tidak ada beban saat melatih. Meski
tidak berlangsung lama, tapi saya pernah. Berbeda dengan yang sekarang, murid
yang menjadi dambaan hati masih aktif latihan dan terkesan sangat serius
mengikuti latihan karate saat saya melatih. Hmmm.....
Perasaan itu
semakin meningkat ketika Jum'at 30 September kemarin saya melihatnya sangat
cantik dengan balutan jilbabnya dan sebuah senyuman yang dilayangkan dari mulut
manisnya sepulang dari latihan. Hingga berlanjut dengan komunikasi yang saya
mulai melalui pesan singkat malam itu, dan juga pada saat saya menulis catatan
ini kami saling komunikasi dengan lancar dan semangatnya, se-semangat saya
menulis catatan panjang ini. Hehee... ^_^
Sosoknya yang
sederhana, lembut dan terkesan pendiam membuat saya tertarik untuk mengenalnya
lebih dekat. Dan satu hal yang menguatkan perasaanku (ketertarikan saya)
yakni karena wajahnya mirip dengan seorang gadis yang juga pernah menjadi
pasangan terbaikku. Perkenalan kami menjadi akrab ketika saya memberanikan diri
untuk meminta nomor HP-nya dalam sebuah kesempatan yang tentunya dengan sejuta
alasan. Padahal seharusnya murid-lah yang meminta nomor HP pelatihnya untuk
kelancaran latihan. Eh.., ini malah terbalik. Hihihi....(jadi malu sendiri).
Syukur Alhamdulillah, diapun merespon baik cara saya mendekatinya dengan balas
memberi perhatian kepada saya...., hmmm...bak gayung bersambut (istilah
orang seperti itu) ada harapanlah dari dia.
Akan seperti
apa hubungan kami selanjutnya, mungkinkah jika saya mencoba menyatakan perasaan
yang sebenarnya dia akan merespon/menyambut baik dengan perasaan yang sama?
Saya semakin tidak sabar menanti hari latihan selanjutnya. Semoga sesuai yang diharapkan. Semoga cintaku di karate (hobbyku)
semakin meningkat serta semoga cintaku di karate (dambaan hatiku) adalah
'dia' yang selama ini selalu terpikirkan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar