Jumat, 20 Januari 2012

cintaku di karate (2)

Akan seperti apa hubungan kami selanjutnya, mungkinkah jika saya mencoba menyatakan perasaan yang sebenarnya dia akan merespon/menyambut baik dengan perasaan yang sama? Saya semakin tidak sabar menanti hari latihan selanjutnya. Semoga sesuai yang diharapkan. Semoga cintaku di karate (hobbyku) semakin meningkat serta semoga cintaku di karate (dambaan hatiku) adalah 'dia' yang selama ini selalu terpikirkan. Amin

Petikan kata-kata di atas merupakan penggalan kisah/cerita dari catatanku sebelumnya "cintaku di karate" (jilid 1). Hari ini, 12 Februari 2012 kembali terpanggil hati ini untuk memulai sebuah catatan baru yang inti dari ceritanya sama persis dengan catatan sebelumnya, namun dalam keadaan yang jauh berbeda.


Senang rasanya ketika mendapat kesempatan untuk melanjutkan cerita/kisah yang saya alami dan menorehkannya dalam sebuah catatan. Se-senang hati ini ketika membayangkan kembali kebersamaan malam itu dengannya. Hangatnya kebersamaan dengannya malam itu selalu terkenang dalam pikiranku hingga saat ini, terlebih hati ini. Hmmm... begitu terasa.


Ujian penurunan kyu semester II/2011 adalah saat yang indah bersama teman-teman karate. Canda dan tawa melengkapi kebersamaan kami malam itu setelah mengikuti latihan sore itu (14-01-2012) untuk persiapan ujian besok. Duduk dan membentuk sebuah lingkaran di tengah lapangan tempat kami mendirikan tenda adalah awal kami memulai hiburan malam itu. Dengan sebuah gelas plastik, kami pun mulai menyanyikan sebuah lagu yang durasinya cukup singkat sambil memindahkan gelas plastik itu dari teman yang satu kepada teman lainnya yang duduk di samping, begitu seterusnya hingga lagunya berakhir. Saat yang paling seru, mendebarkan sekaligus lucu yakni saat lagunya hampir selesai dinyanyikan. Betapa tidak, siapapun peserta yang memegang gelas plastik itu saat lagunya selesai dinyanyikan, maka dialah yang mendapat kesempatan untuk tampil dan bernyanyi di hadapan teman-teman lainnya. Heheee...lucu juga malam itu. Permainannya terbilang sederhana namun cukup mencairkan suasana malam itu yang terkesan  kaku.


Jagung bakar buatan adik-adik peserta ujian melengkapi kebersamaan malam itu sekaligus menghangatkan suasana dingin saat larut dalam canda. Tanpa terasa waktu kian berlalu, permainan pun kami akhiri dengan melanjutkan untuk bernyanyi bersama dengan iringan gitar. Berada di tengah-tengah mereka (peserta ujian) yang masih duduk di bangku sekolah membuat saya merasa seperti anak sekolahan malam itu. Hahaha...., senang rasanya menjalani waktu dengan mereka tanpa ada batasan antara seorang pelatih dan muridnya. Kami betul-betul menyatu saat itu.


Malam mulai larut, mengharuskan kami mengakhiri kegiatan malam itu untuk kemudaian beristirahat. Belum puas rasanya, namun harus diakhiri. Hal lain yang membuat saya merasa belum puas adalah karena belum adanya kesempatan untuk bercerita dengan “dia”. Hmmmm..., who is “dia”? Dia, yaa..dia.., bukan yang lain! hehe..


Keinginan untuk bercerita berdua (empat mata) dengan “dia” pun terpenuhi sewaktu teman yang lain mulai beristirahat. Kesempatan bercerita selama beberapa menit saya manfaatkan sebaik mungkin bersamanya. Duh.., senangnya malam itu. Kami duduk begitu dekat, bercerita banyak tentang hal-hal yang kami alami sejak pertemuan di tempat latihan hingga detik ini. Semua berubah derastis malam itu, mulai dari debar jantung yang semakin meninggi, helaan nafas yang tidak beraturan, serta ungkapan kata-kataku yang terkadang sulit dalam penyampaian meski sudah terpikirkan dengan matang, menjadi pelengkap terciptanya suasana yang indah malam itu untuk dikenang.


Tidak ada lagi hambatan/batasan bagi saya malam itu untuk mulai mengutarakan seluruh isi hati saya selama ini dan hal-hal yang terpikirkan tentang “dia”. Kembali, untuk kesekian kalinya saya merasa simpati dan jatuh hati terhadap anak murid saya sendiri. Hmmm..., malu rasanya saat harus menulis catatan ini, tapi tak apalah. Toh inilah yang saya alami, ini yang saya rasakan, ini caraku untuk menghargai sebuah perjalanan/proses setiap bagian hidupku, karena inilah kehidupanku. Aku merasa hidup dan bahagia ketika hal-hal yang terpikirkan dan terasa dalam hati, bisa saya utarakan dengan baik sehingga terciptalah sebuah cerita indah dalam hidupku. It’s Me.


Obrolan ringan seputar karate mengawalai percakapan kami malam itu sebelum akhirnya saya memberanikan diri untuk mengatakannya. “Dia” pun menyambut baik maksud saya untuk mengajaknya bercerita berdua tanpa ada rasa khawatir teman-temannya curiga dengan kedekatan kami. Padahal malam itu ada beberapa temannya yang secara tidak sengaja melihat kami berdua duduk dan bercerita. Termasuk ibu. Hehee...


Seolah semua sudah diatur, sayapun memberanikan diri untuk mulai mengatakan isi hatiku kepadanya step by step. Meski semua sudah terpikirkan dengan matang dan terasa di dalam  hati namun hambatan dalam penyampaian masih saja ada. Keberanianku timbul karena adanya semangat/hasrat saat berada di dekatnya, sekaligus rasa takut atau lebih tepatnya deg-deg-an yang juga timbul karena perasaan yang grogi/nervous saat berada di dekatnya. Dua hal yang tak terpisahkan saat berada di dekatnya malam itu, menyampaikan semua isi hati ini dengan pola yang tidak tetap yakni naik turun. Terkadang saya berani dan lancar dalam berkata, namun disaat yang bersamaan keberanianku menciut saat grogi/nervous menghampiri malam itu. Hmmmm....., sungguh pengalaman indah untuk dikenang.


Melegakan rasanya setelah mengatakan apa yang seharusnya saya katakan. Semua terkatakan malam itu. Tak kurang dan tak lebih, semua sudah kusampaikan padanya. Kebahagiaan saya bertambah karena dia bersedia mendengar semua ucapan saya. Iapun  balas mengomentari semua perasaan saya malam itu dengan bahasa sederhana yang saya suka darinya. Meski hasilnya belum sesuai dengan yang saya harapkan malam itu, namun setidaknya dari tatapan matanya saya mampu membaca maksud dari hatinya yang sebenarnya. Hanya saja mungkin karena waktunya belum tepat sehingga dia malu untuk berterus terang. Saya yakin suatu saat nanti dia akan menyadarinya dan mengatakan apa yang juga dia rasakan selama ini. InsyaAllah, itu pasti!

Sabtu, 07 Januari 2012

hukum di atas sandal


Beberapa hari terakhir suasana pemberitaan di berbagai media khususnya di televisi diramaikan dengan berita tentang seorang anak berinisial AAL yang diancam hukuman lima (5) tahun penjara atas dakwaan mencuri sepasang sandal milik seorang anggota Brimob di Polda Sulteng. Berawal dari hilangnya sandal seorang anggota Brimob berpangkat Briptu yang menurutnya dicuri oleh anak berinisial AAL sehingga berujung pada persidangan di pengadilan dengan ancaman tuntutan penjara selama lima (5) tahun lamanya. Meski pada akhirnya, hakim memutus bebas terdakwa karena tidak terbukti melakukan pencurian. Namun keadaan ini tentu menyisakan trauma yang dalam bagi AAL saat kembali ke keluarga dan masyarakat. Betapa tidak, saat menjalani interogasi AAL sempat mendapat perlakukan kasar oleh polisi yang memeriksanya. AAL mengaku dipukuli oleh Briptu tersebut saat dimintai keterangan. Hal yang tidak seharusnya tidak perlu terjadi mengingat si pelaku adalah anak di bawah umur.


Keputusan hakim yang memvonis bebas AAL melahirkan berbagai opini, apakah benar keputusan itu karena keyakinannya atau mungkin karena adanya desakan dari publik yang berupa dukungan terhadap AAL lewat aksi solidaritas seribu sandal untuk para penegak hukum sebagai ganti sepasang sandal anggota polisi yang hilang. Namun terlepas dari itu semua, sudah menjadi kewajiban bagi para penegak hukum untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga di masa depan. Dan bukan hanya kasus "kecil" ini saja yang mengemuka dan menjadi keprihatinan masyarakat terhadap kredibilitas penegak hukum saat ini, melainkan banyak juga kasus-kasus lainnya yang sifatnya sepele (tidak berlebihan kiranya jika saya katakan demikian) dan berujung pada proses pengadilan. Sebut saja kasus yang terjadi di Purwokerto, Jawa Barat menimpa seorang warga bernama Minah yang kedapatan mencuri buah kakao dan divonis satu bulan 15 hari, sementara itu di Kediri, Jawa Timur Basar Rusyanto dan Kholil duduk di kursi pesakitan karena mencuri semangka di kebun tetangganya dan divonis penjara selama 15 hari, dan di Batang, Jawa Tengah empat orang warga dituduh mencuri 14 kilogram kapuk sisa hasil panen sebuah perusahaan swasta dan masing-masing divonis penjara selama 24 hari.  Begitu banyak kasus-kasus yang terjadi sebelum kasus yang menimpa AAL  dan hal ini tentu berdampak pada menipis/menurunnya harapan rakyat terhadap hukum dan penegak hukum karena mereka merasa tercederai sudah rasa keadilan yang dirasakan.

Kita tidak menganut sistem hukum seperti di Jerman, di mana setiap pelanggaran atau kejahatan apa saja yang telah tertulis dalam undang-undang kalau dilanggar harus diajukan ke pengadilan. Di Indonesia tidak demikian, asas opportunitas memberi kebijakan kepada polisi dan jaksa untuk bertindak secara bijaksana, bukan dengan menjadi hamba hukum yang matanya ditutup untuk langsung membawa setiap persoalan ke pengadilan. Pasti penjara kita tidak cukup jika hal itu yang diterapkan. Saya melihat penegak hukum sepertinya hebat alias jago kalau menghadapai rakyat kecil yang bermasalah dengan hukum. Berbeda ketika menghadapi para pejabat-pejabat korup. Mereka cenderung melunak. 

Saya sebenarnya setuju dengan sebuah gagasan dari Kementerian Sosial tentang "penghapusan" penjara bagi anak. Maksud yang dapat saya pahami tentang "penghapusan" penjara adalah perubahan total dari tempat tinggal anak yang bermasalah dengan hukum menjadi sebuah panti sosial atau tempat rehabilitasi bagi anak yang bermasalah dengan hukum. Mulai dari konstruksi bangunan yang tidak boleh ada jeruji besinya seperti di penjara, hingga sistem kegiatannya berupa kegiatan keseharian seperti saat berada di rumah, misalnya mencuci, mengepel dll, serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya yang mendidik agar kelak anak  yang berurusan dengan hukum menjadi anak yang berguna saat keluar dari tempat itu. Dan yang tak kalah pentingnya, pekerja sosial dan psikolog harus selalu ada setiap hari untuk anak-anak, sebagai tempat bagi mereka mencurahkan perasaan. Menurut saya, kasus peradilan tetap berjalan seperti biasanya sesuai dengan UU Pengadilan Anak. Yang berbeda hanyalah pada saat pelaksanaan pemidanaannya, di mana anak tidak dijebloskan ke dalam penjara mengingat usia mereka yang masih produktif dan sangat labil untuk terpengaruh kondisi psikologinya dengan nuansa penjara yang begitu mencekam bagi mereka.

Penghapusan penjara anak bukanlah pembenaran atas tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak. Melainkan upaya memahami kondisi anak. Ini bukan berarti pembenaran terhadap apa yang dilakukan anak. Tapi kita memahami mengapa anak seperti itu. Dan pasti ada faktor dan sebab yang membuat anak melanggar hukum. Itu makanya ABH (Anak Bermasalah Hukum) harus dipandang sebagai korban. Ya.., korban dari situasi, korban dari lingkungan, korban dari kurang bertanggungjawabnya orang tua dalam mendidik anak pada masa tumbuh kembang.



Belum diketahui kapan penjara untuk anak dihapuskan. Sembari menunggu harapan itu terwujud, anak-anak yang berurusan dengan hukum harus mendapatkan perhatian yang serius. Hak-hak dasarnya sebagai anak-anak harus dipenuhi. Sehingga ketika keluar penjara kelak, kondisinya akan jauh lebih baik dan bisa menggapai cita-cita mereka, layaknya anak-anak lainnya. 

Kamis, 05 Januari 2012

Hangatnya Kebersamaan di Permandian Air Panas Lejja


LIBUR pergantian tahun biasanya diisi kunjungan ke objek wisata yang bisa merilekskan tubuh dan pikiran. Bila liburan awal tahun kali ini masih bingung kemana objek wisata yang akan dituju, permandian alam Lejja bisa menjadi alternatif.

Permandian air panas ini cukup populer dan menjadi wisata andalan Kabupaten Soppeng. Seperti air hangat yang dapat dinikmati di kolam permandian, Lejja menawarkan kehangatan di tengah-tengah alam pegunungan yang indah.

Udara sejuk dengan panorama alam yang indah langsung menyapa pengunjung saat memasuki kawasan wisata Lejja. Permandian alam ini memang berada dalam kawasan hutan lindung yang berbukit dan berudara sejuk dan nyaman. 

Lejja terletak di Desa Bulue, Kecamatan Marioriawa, sekitar 49 kilometer sebelah utara kota Watangsoppeng. Biasanya perjalanan ditempuh dalam tempo sekitar empat puluh lima menit.

Pengunjung yang tidak memiliki kendaraan pribadi bisa memanfaatkan kendaraan umum yang setiap saat berangkat Desa Bulue. Kembali dari Lejja bisa membeli souvenir berupa kerajinan tradisional.

Beragam aktivitas bisa dilakukan di objek wisata Lejja. Berendam di kolam permandian air panas bersuhu 60 derajat celcius dengan kadar belerang 1,5 persen paling banyak diminati pengunjung. 

Warga setempat meyakini berbagai macam penyakit bisa disembuhkan setelah berendam di kolam air panas seperti gatal-gatal dan rematik. Aktivitas seperti ini sering dilakukan pengunjung dari luar Soppeng, bahkan wisatawan mancanegara juga menyambangi Lejja.

Banyak fasilitas pendukung yang membuat wisata ke Lejja menjadi semakin menyenangkan. Vila atau tempat penginapan lainnya banyak tersedia di sekitar objek wisata. 

Sarana dan prasarana sudah tersedia seperti air bersih, listrik, areal parkir, lapangan tenis, baruga wisata untuk menggelar pertemuan dengan daya tampung hingga 300 orang.

Kemasyhuran permandian air panas Lejja, sudah diakui pengunjung dari luar daerah. Tak heran setiap tahunnya angka kunjungan wisatawan meningkat.

Sambil menikmati keindahan alam Lejja, pengunjung juga dapat duduk-duduk sembari menikmati makanan yang tersedia di warung yang berderet rapi disepanjang jalan masuk Lejja.

Singkat cerita, bagi Anda yang sedang bingung untuk menentukan ingin liburan awal tahun di mana? Sebaiknya Anda ke Lejja.