Jumat, 20 April 2012

final interview

Hari itu Kamis 12 April 2012, pkl. 07.30 wita. Dengan mengenakan setelan putih hitam dan dasi, saya melangkahkan kaki dari rumah menuju sebuah kantor tempat di mana aku akan menjalani tes interview (wawancara) dalam rangka seleksi penerimaan karyawan di instansi tersebut. BRI, yah...Bank Rakyat Indonesia adalah nama kantor tersebut. Di sanalah saya bersama ratusan pelamar kerja lainnya mencoba berusaha untuk mendapat pekerjaan sebagai pegawai bank yang menurut sebagian orang adalah salah satu pekerjaan yang bergengsi alias terhormat. Namun tidak seperti yang saya pikirkan, karena bagi saya pribadi ada 2 yang menjadi prinsip dan motivasi saya dalam hal pekerjaan, yang pertama halalnya suatu pekerjaan adalah tolak ukur utama kesuksesan sesorang dalam meniti karir ke depannya, kedua manfaat dari pekerjaan itu sendiri, manfaat bagi diri pribadi maupun keluarga dan orang lain. Kedua hal inilah yang selama ini menjadi pegangan bagiku dalam mencari pekerjaan.

Dengan menggunakan angkutan umum bemor/becak motor (begitu istilah orang pada umumnya) saya beserta segenap do’a dan harapan agar sukses melintasi setiap sudut kota makassar pagi itu. Pukul 07.45 wita saya tiba di Kantor Wilayah BRI Makassar. Masih tersisa 15 menit sebelum interview dimulai pada pukul 08.00 wita. Dengan begitu, saya bisa memaksimalkan diri khususnya mentalku sebelum diwawancarai. Perasaan deg-deg-an, gemetar, grogi/nervous dst. sudah tentu ada, mengingat pengalaman di interview ini adalah kali pertama dalam hidupku. Namun dengan sebuah keyakinan terhadap-Nya dan kepercayaan diri tentunya mengantarkan langkahku untuk maju dan yakin bahwa aku bisa.

Bersama beberapa teman yang kenal dan akrabnya melalui seleksi ini, saya mempersiapkan diri di ruang tunggu sebelum tiba giliran nama kami dipanggil untuk di interview. Yang kami lakukan sederhana saja dalam mempersiapkan diri waktu itu, hanya dengan rileks alias enjoy sambil membuka obrolan yang sifatnya menghibur suasana yang cukup menegangkan saat itu. Alhasil dengan obrolan yang lucu dan menghibur, kami berhasil meredam ketegangan yang masing-masing kami alami. Lamanya waktu menunggu mengalahkan ide dan cerita lucu kami yang seolah habis terbahas saat itu. Obrolan habis perutpun mulai keroncongan, yang ada hanyalah kantuk yang tidak tertahan. Namun syukurlah waktu istirahat pun tiba.

Waktu terus berjalan, saat istirahat pun berakhir. Hati dan perasaan yang tadinya turut rehat sejenak dari situasi yang menegangkan, deg-deg-an sekaligus mengkhawatirkan kini kembali dalam keadaan tersebut. Tapi, sedikit lebih baik karena kondisi yang tadinya mulai menurun kembali semangat lagi setelah makan siang bersama teman. Selang beberapa menit setelah rehat, kini tiba gilirannya bagiku untuk menghadapi para interviewer yang menurut beberapa teman cukup rumit menjawab pertanyaan yang diajukan. Namun dengan niat yang tulus, disertai do’a dan harapan, juga bekal ilmu pengetahuan yang saya dapatkan, saya melangkahkan kaki menuju ruangan interview bersama dua orang teman yang juga akan di wawancara bersama dengan saya.

Pengalaman diwawancara langsung oleh pejabat teras di suatu instansi adalah hal yang pertama dan mengesankan bagiku sekaligus menambah semangatku untuk memperkaya pengalaman dalam hal mencari pekerjaan. Pertama kali dalam hidupku, pertama kali dalam perjuangan mencari pekerjaan, dan besar harapanku ketika itu untuk menjadi yang pertama dan terbaik saat diwawancarai. Setiap pelamar kerja tentu berharap diterima di tempat kerja yang diinginkan, begitupun dengan diriku yang sudah cukup lama menawarkan ijazah milikku. Namun terlepas dari semua itu, diterima atau tidaknya lamaran kerjaku, tidaklah menjadi suatu beban yang kemudian menyurutkan niatku untuk terus berusaha mendapatkan pekerjaan yang betul-betul saya butuhkan untuk belajar dan menjadi manusia yang mandiri. Masih jelas dalam ingatan tentang apa yang diajarkan oleh pewawancara saya sebelumnya saat tes interview awal bulan lalu. Beliau (Ibu Sukma) pernah berkata bahwa ketika di interview, ingatlah untuk mengucapkan salam dan bersopan santun saat diwawancarai. Ceritakan semua kelebihan anda secara berurutan. Tatap mata pewawancara saat berbicara dengan mereka. Begitu banyak pesan penting yang disampaikan oleh beliau yang selalu teringat di pikiranku dan menjadi modal/semangat bagi saya untuk menampilkan kepercayaan diri yang terbaik di hadapan pewawancara.

Jiwa ini menjadi begitu besar pada setiap langkah/proses yang kujalani dalam mencari kerja, semua karena saya telah diajarkan oleh keluarga (tepatnya oleh seorang paman) bahwa apapun hasil yang kau dapatkan, baik buruknya hal yang kau peroleh jangan mudah menyerah. Sebab dibalik kegagalan itu, ada banyak pengalaman yang kau perlukan saat memulai langkah baru dalam hidupmu. Dia juga pernah berkata bahwa, “saat ini pekerjaan tidak mudah didapatkan”. Sebuah kata/kalimat yang sebenarnya biasa namun jika dipikrikan lebih dalam lagi terdapat pesan penting di dalamnya bahwa, untuk meraih anak tangga yang paling atas, tentu harus mulai dari anak tangga yang paling bawah, dan ketika tiba di tingkat paling tinggi jangan pernah abaikan yang di bawah karena roda kehidupan terus berputar dan tidak selamanya berada di atas, suatu saat kita akan meulainya lagi dari bawah. Beliau mengajari saya dan kedua kakak saya dengan teori seperti itu sebab dahulu sebelum mencapai kesuksesan, iapun mengalami hal yang sama dan jauh lebih keras perjuangan beliau yang sejak kecil sudah belajar mandiri.

Selama kurang lebih 30 menit berada dalam ruangan yang tenang namun menegangkan, alhamdulillah wawancara selesai. Semua pertanyaan yang diajukan berhasil saya jawab. Meski sempat grogi awalnya, namun saya yakin bisa menyelesaikan tahapan ini dengan baik. Kini saatnya berharap dalam penantian akan adanya kabar baik untukku ke depannya, amin.


Senin, 16 April 2012

KEJURDA BERKESAN

Karate. Olahraga beladiri yang telah menjadi bagian dalam hidupku selama ini. Salah satu kegemaran/hobby yang hingga saat ini kugeluti dan tidak ada kata bosan dalam menjalaninya. Banyak cerita/kisah tentang olahraga ini yang telah terukir melengkapi perjalanan hidupku sejak masih duduk di bangku kelas 1 SMP dulu (hmmm..nostalgia).

Berbagai kegiatan dalam karate yang sangat sayang untuk dilewatkan. Bagi saya, melewatkan suatu kegiatan/event karate, sama halnya dengan menutup satu kesempatan untuk memperoleh suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh tidak hanya terpaku pada hal-hal yang berkaitan dengan karate saja yang sudah tentu ada dalam setiap kesempatan. Ada banyak pengalaman lainnya yang tidak kalah menarik, seperti pengalaman berkunjung ke suatu tempat/daerah (lokasi kegiatan) yang mungkin belum pernah dikunjungi sebelumnya, pengalaman mendapatkan teman baru, dan pengalaman berupa kebersamaan dengan teman-teman karate dari kontingen soppeng. Serta pengalaman lainnya yang tidak kalah berkesan sehingga membuat saya memberi judul note ini “Kejurda Berkesan”. Yaa.., pengalaman yang mengesankan dan selalu terkenang saat bersama dengan “dia” selama kurang lebih 3 hari di Makassar. “Dia” adalah..., mmm...sebenarnya malu untuk mengatakannya tapi biarlah blog ini menjadi media bagiku untuk mencurahkan segala hal yang kuanggap perlu dan penting dalam hidupku. “Dia” tidak lain adalah murid karateku sendiri yang telah setahun lamanya menjalani latihan bersama saya di Soppeng dan kini menjadi tambatan hati (hehehe..., kena cinlok juga saya).

Semua bermula ketika perjalanan dari Soppeng menuju Makassar bersama kontingen Soppeng dan “dia” sore itu. Perjalanan menjadi lebih asyik karena ada “dia”. Jika dalam pertandingan sebelumnya saya terkadang bingung untuk mencari semangat baru agar dapat menampilkan yang terbaik, kali ini satu semangatku ada pada dirinya. “Dia” seolah memberi semangat yang luar biasa yang selama ini belum pernah kualami setiap kali bertanding. Hal itu tentu akan saya jadikan motivasi agar bisa meraih gelar juara nantinya. Adapun menang atau kalahnya saya dalam pertandingan nanti, saya tidak begitu mempersoalkannya, toh namanya juga kompetisi ada menang dan ada yang kalah, siap menang demikian pula halnya kita harus tegar saat kalah.

Hari pertama di Makassar kami manfaatkan untuk latihan di pagi hari sebagai pemantapan fisik dan mental karena jadwal pertandingan baru dilaksanakan besok. Jadi ada waktu untuk kami beristirahat setelah latihan dan sebelum bertanding besok. Senang rasanya melihat semangat kontingen Soppeng yang membara. Tak ada rasa takut dalam diri mereka meskipun ini adalah pertama kalinya mereka mengikuti kejuaraan tingkat daerah (Kejurda). Kesiapan mental hari itu kian lengkap rasanya ketika sore menjelang magrib, di mana saya dan “dia” menyempatkan diri untuk menyaksikan sunset di anjungan pantai losari. Semua terasa indah saat berada dekat dengannya, saat tangan kami saling menggenggam seraya mengikat janji dalam hati untuk selalu bersama dan berkomitmen untuk menjaga hubungan ini hingga tiba saatnya nanti (saat yang membahagiakan tentunya). Sangat tepat jika saya mengatakan bahwa saat itu adalah saat yang tak terlupakan dan begitu berkesan bagiku dan tentu baginya juga karena ini adalah the first time, yaa..saat pertama saya dan “dia” menikmati indahnya matahari terbenam dengan belahan jiwa. Hmm...rasanya berbunga-bunga...(mirip taman ya, hehe..)

Pengalaman membawa kontingen Soppeng bersama kakak dalam kejurda kali ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Saya banyak belajar bagaimana menjadi seorang manager yang membimbing anak didik sendiri dalam suatu event. Sebagai seorang manajer/coach saya harus memperhatikan semua anggota kontingen yang menjadi tanggung jawab saya. Dengan begitu saya bisa belajar bertanggung jawab. Sebuah pengalaman berharga tentunya. Satu persatu murid saya bertanding dengan waktu yang berbeda sesuai kelasnya masing-masing. Ketika tiba giliran “dia” bertanding, saya semakin semangat menjalani tugas saya sebagai seorang manajer dalam pertandingan (hehehee....). Meski hasilnya kurang memuaskan alias kalah, tapi tak apalah. Ini juga adalah the first experience bagi “dia”, tentu dengan hasil yang diperoleh hari ini akan memacu semangatnya, begitupun teman-temannya untuk terus belajar/berlatih. Dan tentu “dia” juga lebih semangat meskipun hasilnya kalah karena mendapat perhatian yang lebih dari saya (hehe..narzis bin lebay). Sebenarnya gak enak juga sama teman-temannya waktu itu, karena saya memberikan perhatian lebih kepada “dia” mulai dari persiapan sebelum pertandingan hingga pertandingannya usai. Tapi, it’s okay-lah,,let it flow..., toh pada akhirnya mereka juga akan tahu nantinya. Fast or Slowly.

Semua menjadi berkesan ketika dalam perjalanan pulang kami duduk begitu dekat dalam mobil yang kami (kontingen soppeng) tumpangi. Sempat merasa risih juga dengan teman-temannya yang sesekali melirik kami berdua saat sedang ngobrol atau bertatapan, hehe. Kurang lebih empat jam lamanya perjalanan dari makassar ke kota soppeng akhirnya tiba juga kami di kota tercinta. Satu persatu atlet turun dari mobil di rumahnya masing-masing. Hingga tiba saatnya giliran dia yang turun dari mobil, sedih juga rasanya ketika harus terpisah dengan dia saat kedekatan di antara kami mulai terjalin. Namun saya merasa senang telah bersama “dia” (si pujaan hati) selama di makassar hingga kembali ke kota soppeng. Rasa tidak kangen dan sabaran kini bersarang di benakku untuk segera bertemu kembali dengannya dalam latihan berikutnya. Hmmmmmm.... (senyum sambil menghela nafas panjang) J

Dengan pengalaman saat kejurda kemarin bersama teman dan “dia” tentunya, semakin menambah alasan bagi saya untuk tetap pada olahraga favoritku (karate), mencintainya hingga akhir hayatku apapun yang terjadi. Menjalani hari-hari dengan olahraga ini, bersama sahabat/teman-teman, dan “dia”.

Kamis, 15 Maret 2012

cintaku di karate (3) - akhirnya bersemi

Aku Jatuh Cinta.., hahahaa...kata yang sering kudengar, kubaca dan kutonton dalam film atau sinetron yang untuk kali ini menjadi bagian penting dalam tulisanku, dan tentu hidupku.

Entah harus memulai dari mana kisah ini. Sulit rasanya bagi saya untuk mendeskripsikan perasaan saya terhadap seseorang dalam sebuah tulisan. Namun dengan kata-kata sederhana saja cukup bagi saya untuk melanjutkan note-noteku dalam blog ini. Jika sinetron boleh punya episode dan selalu bersambung di akhirnya, maka tidak ada salahnya jika ceritaku ini juga berseri sesuai dengan urutan kejadian atau keadaan-keadaan yang saya alami. Note-ku kali ini telah memasuki episode ketiga, di mana harapan-harapanku dalam catatan sebelumnya kini menjadi kenyataan. Benar kata pepatah bahwa "cinta itu datang karena kebiasaan". Yaa.., biasa bertemu, biasa dalam satu kegiatan bersama, biasa berkomunikasi, biasa mengungkapkan kekaguman masing-masing satu sama lain dst., akhirnya perasaan suka (cinta) pun hadir di tengah-tengah kami dan mempersatukan dua insan berbeda. Saya telah mengalaminya sendiri.

Sebenarnya pengalaman jatuh cinta bukan kali ini saja saya mengalaminya, namun beberapa saat yang lalu saya pun pernah mengalami dan melaluinya dengan cerita yang berbeda. Hanya saja sekarang keadaannya jauh lebih berbeda dari sebelumnya. Kisah itu bermula pada akhir tahun 2010 lalu saat saya pertama kali melihat dan melatihnya dalam suatu kesempatan latihan karate di aula serbaguna tempat saya sering melatih. Decak kagum, salah tingkah, dan simpati menjadi reaksi awal yang saya alami saat pertama kali melihat wajahnya yang menurut gambaran hatiku dia orangnya pendiam, sabar, kalem, ayu, dan masih banyak lagi pujian-pujian lainnya yang untuk saat ini belum terpikirkan olehku karena perasaan nervous alias gugup, namun akan terus terpikirkan nanti.

Latihan, latihan dan latihan. Aktifitas yang berulang yang terus kulakukan karena kecintaanku terhadap olahraga beladiri (karate) sangat tinggi. Terlepas dari "cintaku" yang lain dari karate.

Merasakan jatuh cinta pada seorang wanita bukanlah kali pertama dalam hidupku. Sudah pernah saya alami sebelumnya namun belum sempat kudalami karena usia hubungan itu yang relatif sangat singkat.  Kali ini, semua berbeda. Selama kurun waktu setahun saya melakukan PDKT (istilah orang-orang yang berarti "Pendekatan") dengan "dia" si pujaan hati, barulah pada awal februari lalu saya bisa memenangkan hatinya. Hehehee...(jadi malu).  Waktu yang tidak sebentar bagi saya untuk mengenal pribadi seorang gadis seperti dia.

Dalam benakku sering timbul pertanyaan yang berulang, kenapa saya mencintainya? kenapa harus dia? kenapa bukan yang lain? Ketika terbersit dalam pikiran tentang pertanyaan-pertanyaan itu, jawabannya cuma satu, kembali lagi ke "hati" (lho..kenapa harus hati Hen?). Iya, jawabku "hati" karena hatiku merasa bahagia saat mengucapkan kalimat cinta dan sayang kepadanya, hatiku merasa tenang saat berada di dekatnya, saat bersama dia dalam setiap kesempatan, karena hatiku-lah yang memilih dia, bukan pikiranku. 

Sebulan sudah hubungan kami berjalan sebagai "adik - kakak". Berharap ini yang terakhir, ini yang terbaik, ini jodohku. Amin

Selasa, 14 Februari 2012

tak kenal valentine

Valentine. Hari kasih sayang bagi mereka yang mungkin tidak tahu sejarah atau sekedar ikut-ikutan, atau apalah alasannya menurut versi masing-masing.

Hari kasih sayang yang bagi sebagian besar orang diperingati pada tanggal 14 februari setiap tahunnya (biasanya seperti itu). Beragam cara dilakukan untuk memperingati hari yang paling dinantikan tersebut. Khususx bagi pasangan muda-mudi, bahkan tak jarang mereka yang sudah berusia lanjut turut ambil bagian dalam perayaan tahunan ini. Mulai dari menyusun kalimat-kalimat romantis dalam kartu ucapan atau menyampaikannya secara langsung kepada belahan jiwa, menyediakan hadiah atau kejutan bagi pasangan. Entah itu bunga mawar, cincin, cokelat atau yang lainnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan yang telah menjadi kebiasaan tersebut merupakan imbas dari kecenderungan sebagian besar manusia indonesia yang gemar ikut-ikutan terhadap hal-hal yang belum ada kejelasan pasti tentang sejarahnya. Beberapa orang lebih memilih ikut merayakan valentine sebagai momen paling istimewa dalam mengungkapkan sebuah perasaan (kasih sayang) kepada pasangannya. Mereka seolah-olah tidak peduli dan tak mau tahu dengan cerita atau sejarah dibalik lahirnya "valentine".   

Konsep kasih sayang memang sangat diminati oleh siapapun, karena pada dasarnya semua orang menginginkan perdamaian dan persahabatan. Tanpa mereka sadari semua ini adalah lebih tentang bisnis. Betapa tidak, coba anda bayangkan berapa banyak kuntum mawar yang dipetik, berapa lembar kartu ucapan yang berisi tulisan cinta, serta berapa banyak coklat yang harus disediakan sebagai pelengkap sempurnanya hari kasih sayang itu? Hari kasih sayang merupakan momentum bagi mall, grosir, dan retailer dan toko-toko untuk meraih pendapatan lebih banyak. Coba lihat, barang apapun yang dilabel "Valentine Edition" pasti lebih mahal daripada harga reguler. Padahal barang tersebut hanya berubah warna menjadi merah muda. 

Apapun alasannya, bagaimanapun versi dari mereka yang turut (ikut-ikutan) merayakan "Valentine Day", bagi saya tidak ada benarnya sama sekali. Tidak ada alasan formal yang dapat saya paparkan tentang pernyataan tidak setuju saya terhadap hari valentine itu. Alasan saya sederhana saja sebenarnya, saya tidak kenal dengan "valentine", tidak pernah mempelajarinya dari kecil hingga dewasa, baik dalam pendidikan formal maupun non formal. Jadi sangat tidak sehat akal saya jika kemudian saya ikut-ikutan dalam sebuah kegiatan yang sebelumnya tidak saya ketahui apa latar belakang kegiatan tersebut. Terlebih bila dampaknya sudah negatif. 

Mengikuti atau menjiplak budaya yang kita sendiri tidak tahu asal-usulnya itu sama saja dengan menjual murah sebuah keyakinan. Ya..., betapa tidak, seseorang yang turut serta dalam suatu kegiatan yang dia sendiri tidak mengerti dengan sejarahnya bisa dikategorikan orang yang mudah terpengaruh, mudah untuk dihasut, atau lebih kasarnya lagi mudah untuk dijerumuskan.

Namun semua kembali pada pribadi masing-masing. Anda-lah yang berhak dan yang akan menentukan sendiri karena sekali lagi ini menyangkut keyakinan hati seseorang.  Tapi, sebelum menutuskan, pahamilah dulu dengan baik dua kata yang akan menjadi penentu sikap Anda seperti apa ke depannya. Kata tersebut tidak lain adalah "ikut"? atau "ikut-ikutan"? Pilihan hanya satu, pilihan ada di tangan Anda, pilihlah yang terbaik menurut akal sehat.

Bagi saya pribadi, mengungkapkan sebuah perasaan tidak perlu menunggu "hari" yang tepat, namun "saat" yang tepat. Sangat monoton rasanya jika perasaan kita ditentukan oleh waktu, katakanlah itu "hari valentine". Perasaan hanya butuh "perasaan", jika dirasa momennya sudah tepat, tak perlu menunggu hari istimewa untuk mengungkapkannya. Hal itu malah akan menurunkan kualitas perasaan jika ditunda untuk menyatakannya. Percayalah!

Jumat, 20 Januari 2012

cintaku di karate (2)

Akan seperti apa hubungan kami selanjutnya, mungkinkah jika saya mencoba menyatakan perasaan yang sebenarnya dia akan merespon/menyambut baik dengan perasaan yang sama? Saya semakin tidak sabar menanti hari latihan selanjutnya. Semoga sesuai yang diharapkan. Semoga cintaku di karate (hobbyku) semakin meningkat serta semoga cintaku di karate (dambaan hatiku) adalah 'dia' yang selama ini selalu terpikirkan. Amin

Petikan kata-kata di atas merupakan penggalan kisah/cerita dari catatanku sebelumnya "cintaku di karate" (jilid 1). Hari ini, 12 Februari 2012 kembali terpanggil hati ini untuk memulai sebuah catatan baru yang inti dari ceritanya sama persis dengan catatan sebelumnya, namun dalam keadaan yang jauh berbeda.


Senang rasanya ketika mendapat kesempatan untuk melanjutkan cerita/kisah yang saya alami dan menorehkannya dalam sebuah catatan. Se-senang hati ini ketika membayangkan kembali kebersamaan malam itu dengannya. Hangatnya kebersamaan dengannya malam itu selalu terkenang dalam pikiranku hingga saat ini, terlebih hati ini. Hmmm... begitu terasa.


Ujian penurunan kyu semester II/2011 adalah saat yang indah bersama teman-teman karate. Canda dan tawa melengkapi kebersamaan kami malam itu setelah mengikuti latihan sore itu (14-01-2012) untuk persiapan ujian besok. Duduk dan membentuk sebuah lingkaran di tengah lapangan tempat kami mendirikan tenda adalah awal kami memulai hiburan malam itu. Dengan sebuah gelas plastik, kami pun mulai menyanyikan sebuah lagu yang durasinya cukup singkat sambil memindahkan gelas plastik itu dari teman yang satu kepada teman lainnya yang duduk di samping, begitu seterusnya hingga lagunya berakhir. Saat yang paling seru, mendebarkan sekaligus lucu yakni saat lagunya hampir selesai dinyanyikan. Betapa tidak, siapapun peserta yang memegang gelas plastik itu saat lagunya selesai dinyanyikan, maka dialah yang mendapat kesempatan untuk tampil dan bernyanyi di hadapan teman-teman lainnya. Heheee...lucu juga malam itu. Permainannya terbilang sederhana namun cukup mencairkan suasana malam itu yang terkesan  kaku.


Jagung bakar buatan adik-adik peserta ujian melengkapi kebersamaan malam itu sekaligus menghangatkan suasana dingin saat larut dalam canda. Tanpa terasa waktu kian berlalu, permainan pun kami akhiri dengan melanjutkan untuk bernyanyi bersama dengan iringan gitar. Berada di tengah-tengah mereka (peserta ujian) yang masih duduk di bangku sekolah membuat saya merasa seperti anak sekolahan malam itu. Hahaha...., senang rasanya menjalani waktu dengan mereka tanpa ada batasan antara seorang pelatih dan muridnya. Kami betul-betul menyatu saat itu.


Malam mulai larut, mengharuskan kami mengakhiri kegiatan malam itu untuk kemudaian beristirahat. Belum puas rasanya, namun harus diakhiri. Hal lain yang membuat saya merasa belum puas adalah karena belum adanya kesempatan untuk bercerita dengan “dia”. Hmmmm..., who is “dia”? Dia, yaa..dia.., bukan yang lain! hehe..


Keinginan untuk bercerita berdua (empat mata) dengan “dia” pun terpenuhi sewaktu teman yang lain mulai beristirahat. Kesempatan bercerita selama beberapa menit saya manfaatkan sebaik mungkin bersamanya. Duh.., senangnya malam itu. Kami duduk begitu dekat, bercerita banyak tentang hal-hal yang kami alami sejak pertemuan di tempat latihan hingga detik ini. Semua berubah derastis malam itu, mulai dari debar jantung yang semakin meninggi, helaan nafas yang tidak beraturan, serta ungkapan kata-kataku yang terkadang sulit dalam penyampaian meski sudah terpikirkan dengan matang, menjadi pelengkap terciptanya suasana yang indah malam itu untuk dikenang.


Tidak ada lagi hambatan/batasan bagi saya malam itu untuk mulai mengutarakan seluruh isi hati saya selama ini dan hal-hal yang terpikirkan tentang “dia”. Kembali, untuk kesekian kalinya saya merasa simpati dan jatuh hati terhadap anak murid saya sendiri. Hmmm..., malu rasanya saat harus menulis catatan ini, tapi tak apalah. Toh inilah yang saya alami, ini yang saya rasakan, ini caraku untuk menghargai sebuah perjalanan/proses setiap bagian hidupku, karena inilah kehidupanku. Aku merasa hidup dan bahagia ketika hal-hal yang terpikirkan dan terasa dalam hati, bisa saya utarakan dengan baik sehingga terciptalah sebuah cerita indah dalam hidupku. It’s Me.


Obrolan ringan seputar karate mengawalai percakapan kami malam itu sebelum akhirnya saya memberanikan diri untuk mengatakannya. “Dia” pun menyambut baik maksud saya untuk mengajaknya bercerita berdua tanpa ada rasa khawatir teman-temannya curiga dengan kedekatan kami. Padahal malam itu ada beberapa temannya yang secara tidak sengaja melihat kami berdua duduk dan bercerita. Termasuk ibu. Hehee...


Seolah semua sudah diatur, sayapun memberanikan diri untuk mulai mengatakan isi hatiku kepadanya step by step. Meski semua sudah terpikirkan dengan matang dan terasa di dalam  hati namun hambatan dalam penyampaian masih saja ada. Keberanianku timbul karena adanya semangat/hasrat saat berada di dekatnya, sekaligus rasa takut atau lebih tepatnya deg-deg-an yang juga timbul karena perasaan yang grogi/nervous saat berada di dekatnya. Dua hal yang tak terpisahkan saat berada di dekatnya malam itu, menyampaikan semua isi hati ini dengan pola yang tidak tetap yakni naik turun. Terkadang saya berani dan lancar dalam berkata, namun disaat yang bersamaan keberanianku menciut saat grogi/nervous menghampiri malam itu. Hmmmm....., sungguh pengalaman indah untuk dikenang.


Melegakan rasanya setelah mengatakan apa yang seharusnya saya katakan. Semua terkatakan malam itu. Tak kurang dan tak lebih, semua sudah kusampaikan padanya. Kebahagiaan saya bertambah karena dia bersedia mendengar semua ucapan saya. Iapun  balas mengomentari semua perasaan saya malam itu dengan bahasa sederhana yang saya suka darinya. Meski hasilnya belum sesuai dengan yang saya harapkan malam itu, namun setidaknya dari tatapan matanya saya mampu membaca maksud dari hatinya yang sebenarnya. Hanya saja mungkin karena waktunya belum tepat sehingga dia malu untuk berterus terang. Saya yakin suatu saat nanti dia akan menyadarinya dan mengatakan apa yang juga dia rasakan selama ini. InsyaAllah, itu pasti!

Sabtu, 07 Januari 2012

hukum di atas sandal


Beberapa hari terakhir suasana pemberitaan di berbagai media khususnya di televisi diramaikan dengan berita tentang seorang anak berinisial AAL yang diancam hukuman lima (5) tahun penjara atas dakwaan mencuri sepasang sandal milik seorang anggota Brimob di Polda Sulteng. Berawal dari hilangnya sandal seorang anggota Brimob berpangkat Briptu yang menurutnya dicuri oleh anak berinisial AAL sehingga berujung pada persidangan di pengadilan dengan ancaman tuntutan penjara selama lima (5) tahun lamanya. Meski pada akhirnya, hakim memutus bebas terdakwa karena tidak terbukti melakukan pencurian. Namun keadaan ini tentu menyisakan trauma yang dalam bagi AAL saat kembali ke keluarga dan masyarakat. Betapa tidak, saat menjalani interogasi AAL sempat mendapat perlakukan kasar oleh polisi yang memeriksanya. AAL mengaku dipukuli oleh Briptu tersebut saat dimintai keterangan. Hal yang tidak seharusnya tidak perlu terjadi mengingat si pelaku adalah anak di bawah umur.


Keputusan hakim yang memvonis bebas AAL melahirkan berbagai opini, apakah benar keputusan itu karena keyakinannya atau mungkin karena adanya desakan dari publik yang berupa dukungan terhadap AAL lewat aksi solidaritas seribu sandal untuk para penegak hukum sebagai ganti sepasang sandal anggota polisi yang hilang. Namun terlepas dari itu semua, sudah menjadi kewajiban bagi para penegak hukum untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga di masa depan. Dan bukan hanya kasus "kecil" ini saja yang mengemuka dan menjadi keprihatinan masyarakat terhadap kredibilitas penegak hukum saat ini, melainkan banyak juga kasus-kasus lainnya yang sifatnya sepele (tidak berlebihan kiranya jika saya katakan demikian) dan berujung pada proses pengadilan. Sebut saja kasus yang terjadi di Purwokerto, Jawa Barat menimpa seorang warga bernama Minah yang kedapatan mencuri buah kakao dan divonis satu bulan 15 hari, sementara itu di Kediri, Jawa Timur Basar Rusyanto dan Kholil duduk di kursi pesakitan karena mencuri semangka di kebun tetangganya dan divonis penjara selama 15 hari, dan di Batang, Jawa Tengah empat orang warga dituduh mencuri 14 kilogram kapuk sisa hasil panen sebuah perusahaan swasta dan masing-masing divonis penjara selama 24 hari.  Begitu banyak kasus-kasus yang terjadi sebelum kasus yang menimpa AAL  dan hal ini tentu berdampak pada menipis/menurunnya harapan rakyat terhadap hukum dan penegak hukum karena mereka merasa tercederai sudah rasa keadilan yang dirasakan.

Kita tidak menganut sistem hukum seperti di Jerman, di mana setiap pelanggaran atau kejahatan apa saja yang telah tertulis dalam undang-undang kalau dilanggar harus diajukan ke pengadilan. Di Indonesia tidak demikian, asas opportunitas memberi kebijakan kepada polisi dan jaksa untuk bertindak secara bijaksana, bukan dengan menjadi hamba hukum yang matanya ditutup untuk langsung membawa setiap persoalan ke pengadilan. Pasti penjara kita tidak cukup jika hal itu yang diterapkan. Saya melihat penegak hukum sepertinya hebat alias jago kalau menghadapai rakyat kecil yang bermasalah dengan hukum. Berbeda ketika menghadapi para pejabat-pejabat korup. Mereka cenderung melunak. 

Saya sebenarnya setuju dengan sebuah gagasan dari Kementerian Sosial tentang "penghapusan" penjara bagi anak. Maksud yang dapat saya pahami tentang "penghapusan" penjara adalah perubahan total dari tempat tinggal anak yang bermasalah dengan hukum menjadi sebuah panti sosial atau tempat rehabilitasi bagi anak yang bermasalah dengan hukum. Mulai dari konstruksi bangunan yang tidak boleh ada jeruji besinya seperti di penjara, hingga sistem kegiatannya berupa kegiatan keseharian seperti saat berada di rumah, misalnya mencuci, mengepel dll, serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya yang mendidik agar kelak anak  yang berurusan dengan hukum menjadi anak yang berguna saat keluar dari tempat itu. Dan yang tak kalah pentingnya, pekerja sosial dan psikolog harus selalu ada setiap hari untuk anak-anak, sebagai tempat bagi mereka mencurahkan perasaan. Menurut saya, kasus peradilan tetap berjalan seperti biasanya sesuai dengan UU Pengadilan Anak. Yang berbeda hanyalah pada saat pelaksanaan pemidanaannya, di mana anak tidak dijebloskan ke dalam penjara mengingat usia mereka yang masih produktif dan sangat labil untuk terpengaruh kondisi psikologinya dengan nuansa penjara yang begitu mencekam bagi mereka.

Penghapusan penjara anak bukanlah pembenaran atas tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak. Melainkan upaya memahami kondisi anak. Ini bukan berarti pembenaran terhadap apa yang dilakukan anak. Tapi kita memahami mengapa anak seperti itu. Dan pasti ada faktor dan sebab yang membuat anak melanggar hukum. Itu makanya ABH (Anak Bermasalah Hukum) harus dipandang sebagai korban. Ya.., korban dari situasi, korban dari lingkungan, korban dari kurang bertanggungjawabnya orang tua dalam mendidik anak pada masa tumbuh kembang.



Belum diketahui kapan penjara untuk anak dihapuskan. Sembari menunggu harapan itu terwujud, anak-anak yang berurusan dengan hukum harus mendapatkan perhatian yang serius. Hak-hak dasarnya sebagai anak-anak harus dipenuhi. Sehingga ketika keluar penjara kelak, kondisinya akan jauh lebih baik dan bisa menggapai cita-cita mereka, layaknya anak-anak lainnya. 

Kamis, 05 Januari 2012

Hangatnya Kebersamaan di Permandian Air Panas Lejja


LIBUR pergantian tahun biasanya diisi kunjungan ke objek wisata yang bisa merilekskan tubuh dan pikiran. Bila liburan awal tahun kali ini masih bingung kemana objek wisata yang akan dituju, permandian alam Lejja bisa menjadi alternatif.

Permandian air panas ini cukup populer dan menjadi wisata andalan Kabupaten Soppeng. Seperti air hangat yang dapat dinikmati di kolam permandian, Lejja menawarkan kehangatan di tengah-tengah alam pegunungan yang indah.

Udara sejuk dengan panorama alam yang indah langsung menyapa pengunjung saat memasuki kawasan wisata Lejja. Permandian alam ini memang berada dalam kawasan hutan lindung yang berbukit dan berudara sejuk dan nyaman. 

Lejja terletak di Desa Bulue, Kecamatan Marioriawa, sekitar 49 kilometer sebelah utara kota Watangsoppeng. Biasanya perjalanan ditempuh dalam tempo sekitar empat puluh lima menit.

Pengunjung yang tidak memiliki kendaraan pribadi bisa memanfaatkan kendaraan umum yang setiap saat berangkat Desa Bulue. Kembali dari Lejja bisa membeli souvenir berupa kerajinan tradisional.

Beragam aktivitas bisa dilakukan di objek wisata Lejja. Berendam di kolam permandian air panas bersuhu 60 derajat celcius dengan kadar belerang 1,5 persen paling banyak diminati pengunjung. 

Warga setempat meyakini berbagai macam penyakit bisa disembuhkan setelah berendam di kolam air panas seperti gatal-gatal dan rematik. Aktivitas seperti ini sering dilakukan pengunjung dari luar Soppeng, bahkan wisatawan mancanegara juga menyambangi Lejja.

Banyak fasilitas pendukung yang membuat wisata ke Lejja menjadi semakin menyenangkan. Vila atau tempat penginapan lainnya banyak tersedia di sekitar objek wisata. 

Sarana dan prasarana sudah tersedia seperti air bersih, listrik, areal parkir, lapangan tenis, baruga wisata untuk menggelar pertemuan dengan daya tampung hingga 300 orang.

Kemasyhuran permandian air panas Lejja, sudah diakui pengunjung dari luar daerah. Tak heran setiap tahunnya angka kunjungan wisatawan meningkat.

Sambil menikmati keindahan alam Lejja, pengunjung juga dapat duduk-duduk sembari menikmati makanan yang tersedia di warung yang berderet rapi disepanjang jalan masuk Lejja.

Singkat cerita, bagi Anda yang sedang bingung untuk menentukan ingin liburan awal tahun di mana? Sebaiknya Anda ke Lejja.