Tanpa
ada maksud mengurangi atau mengabaikan rasa kasih sayang yang juga diberikan
oleh Etta (Ayah), saya sengaja menulis catatan kecil ini di hari Ibu untuk
mengabadikan sejuta cinta kasih dari seorang Ibu kepada kami (anak-anaknya).
Meski sebenarnya sudah terukir indah dalam hati dan pikiran ini tentang kasih
Ibu, namun belum puas dan tak lengkap rasanya jika saya belum memuatnya dalam
sebuah catatan. Juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ibunda tercinta
yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi kami sekeluarga.
Sangat
banyak kata yang dapat mendeskripsikan sosok seorang Ibu,. Akan tetapi, mengingat
saya bukanlah seorang sastrawan yang mampu menciptakan kata-kata yang indah dan
menarik. Juga saya ini bukanlah ahli puisi yang dengan mudah bisa menghasilkan
sebuah puisi untuk seorang Ibu. Namun cukuplah bagi saya mengartikan sosok Ibu
sebagai orang yang berhati lembut penuh perhatian. Ia adalah pejuang yang
tangguh dalam keluarga. Ibu, adalah pemimpin, teladan, dan guru bagi kami yang
melebihi arti sebenarnya dari profesi
seorang guru. Bagiku, Ibu adalah segalanya dalam hidup ini. Ia adalah malaikat
yang diutus oleh Tuhan. She’s Everything.
Sebuah
pepatah bugis mengatakan: Iyaro To
Matoammu, Puang Alla Ta’ala Mallinomu..., jaji sompa madecengngi pajajiammu.
Artinya, Kedua Orang Tuamu adalah wujud dari Tuhanmu di Dunia, jadi hormati dan
perlakukan mereka sebaik mungkin.
Rasulullah
SAW sendiri telah menempatkan derajat Ibu 3 kali lebih tinggi dari Ayah. Beliau
berkata, orang yang harus dihormati adalah Ibumu, Ibumu, Ibumu, lalu Ayahmu.
Bagi saya pribadi, Allah SWT telah mengutus Rasul sebagai teladan bagi Ummat
Islam, sementara Ibu adalah perwakilan-Nya yang juga bisa dikatakan sebagai
wujud nyata Allah SWT dalam hal kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Hal
ini jelas senada dengan pepatah bugis tadi.
Selain
itu, begitu pentingnya kehadiran Ibu dan manfaat yang diberikan oleh seorang
Ibu terhadap anaknya, sehingga ada sebuah bait sajak yang mengatakan ‘aku tak butuh
Tuhan, aku tak butuh guru, namun yang kubutuhkan hanya seorang Ibu’.
Artinya,
begitu mulia dan berharganya nilai kasih sayang dari seorang Ibu, sehingga
posisinya tak tertandingi oleh siapapun. Karena, tanpa Ibu kita bukan
siapa-siapa. Jadi wajar saja jika seorang ibu diibaratkan sebagai sumber
kehidupan.
Meskipun
masih banyak Ibu yang menelantarkan anaknya, namun menurut saya sosok Ibu itu tidak akan
tergantikan. Tak ada yang bisa menandingi keluhuran hatinya. Ketika ada seorang
Ibu yang berani menelantarkan anaknya, itu bukan merupakan ekspresi dari
hatinya. Namun bisa saja karena ada bisikan dari luar.
Dan
yang perlu diingat, hati seorang Ibu seperti halusnya sutra, begitulah halusnya
belaian kasih sayang seorang Ibu. Meski sepanjang kehidupannya senantiasa
disertai dengan berbagai penderitaan khususnya saat membesarkan buah hati
tercinta, hati ibu senantiasa lembut sepanjang masa. Dan hal itu tidak
menurunkan kualitas kasih sayang seorang IBU.
Sangat
pantas jika saya menyatakan bahwa hingga detik ini dan sampai kapanpun, kasih
seorang Ibu belum ada yang terbalas dan tidak akan pernah ada seorang anak yang
mampu membalasnya. Melainkan yang bisa kita lakukan sebagai anak yakni dengan
membahagiakan Ibu kita. Itulah perwujudan rasa cinta seorang anak kepada
Ibunya. Bukan membalas.
Saya
teringat pesan dari seorang ulama saat masih kuliah dulu, ia mengatakan bahwa
kehancuran suatu keluarga/bangsa itu sangat ditentukan oleh kondisi dan
perilaku kaum perempuannya, jika perempuannya baik, maka baik pula
keluarga/bangsa itu, tapi jika perempuannya ‘rusak’, maka rusak pula
keluarga/bangsa itu. Pesan penting bagi kaum perempuan berkenaan dengan momen
hari Ibu, hendaklah menjadi sosok peneduh dunia, dan sumber inspirasi di setiap
langkah seorang anak. Karena memang sosok Ibu ini merupakan tempat berteduh di
dunia, dan juga jadilah seorang Ibu yang menjadi sumber kehidupan orang banyak,
bukan hanya dalam keluarga saja.
Terima
Kasih Ibu..., Terima Kasih Ibu..., Terima Kasih Ibu..., Terima Kasih Ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar